Selasa, 28 Juli 2009

Terimakasih Musik

beberapa hari setelah pentas kolaborasi, kami, tim MGMP Seni Musik timbul ide untuk membuat sebuah grup di facebook dengan nama yang sama. ternyata mendapat respon yang cukup berarti dari sekian undangan yang telah disebar.

seperti kita ketahui, kedudukan seni khususnya musik, di sekolah formal masih belum bergeser dari hidup segan mati tak mau. ada ya untung, enggak ada ya tidak masalah. pengalaman penulis sendiri, bila guru mata pelajaran UAN tidak masuk, maka akan dicari cara supaya murid tidak ketinggalan pelajaran. sedangkan kalau guru seni tidak masuk, paling hanya ditegur untuk alasan presensi kehadiran.biasanya yang sedih justru para murid-murid (apalagi kalau gurunya disukai hehehe),waah, bakal banyak pesan-pesan singkat yang masuk ke telepon seluler si guru yang seratus persen dari murid-muridnya.

kenyataan di lapangan bahwa pemerintah sendiri masih menganak tirikan mata pelajaran yang bersifat mengasah softskill. dari mulai jumlah jam yang jauh dari cukup (2x@40 menit), itupun dibagi empat bidang pokok dalam seni budaya yaitu musik, tari, lukis dan teater.barangkali kemudian akan timbul pernyataan, bahwa untuk seni bisa dipelajari di luar, bisa les privat dan sebagainya.pernyataan itupun akan bisa dijawab bahwa pelajaran lain pun bisa dipelajari di luar. apalagi sekarang lembaga bimbingan belajar tumbuh menjamur bak cendawan di musim hujan dengan aneka metode yang diproklamirkan paling canggih dan paling jitu.

permasalahannya bersumber dari pusat.andai pemerintah tidak menerapkan standar kelulusan nasional seperti pada pemerintah China (di negara tersebut sekolah tidak mengenal UAN)mungkin tidak akan terjadi ketimpangan-ketimpangan maupun penganak titian pendidikan. bahkan ranking pun sepertinya bukan masalah yang penting di China, karena siswa-siswa di sana telah dididik untuk lebih fokus kepada hasil karya, dari mata pelajaran apapun.sehingga tidak ada alasan les supaya tidak ketinggalan pelajaran, atau les supaya semakin pandai mengerjakan soal ujian agar dapat angka raport tertinggi, lalu lulus dan diterima di sekolah bagus, karena sekolah-sekolah di sana senantiasa meremajakan diri (kayak salon saja) dengan selalu berkoordinasi dengan universitas-universitas untuk mengembangkan pendidikan.

kembali kepada musik pendidikan, dengan status mata pelajaran yang boleh dikatakan tersia-sia disekolah formal,menjadikan reaksi bermacam-macam bagi guru yang mengampunya. ada yang mutung dan akhirnya mengajar sebatas kewajiban, ada yang mengundurkan diri dan ada yang tetap idealis memperjuangkan meski dengan sisa-sisa kekuatan.bagi penulis itu adalah hak pribadi tiap orang.ada sebersit ketakutan jika kelak penulis adalah salah satu orang yang mutung tersebut (amit-amit dah).

disadari atau tidak, pembelajaran musik disekolah mempengaruhi kondisi psikologis siswa.meski masih dalam anggapan bahwa, pelajaran musik saatnya bersenang-senang setelah otak lelah dijejali rumus-rumus dan hafalan.kenyataannya mengajar musik di sekolah tidak bisa diterapkan seperti pada les privat. keragaman motivasi , minat dan kemampuan siswa membuat si guru harus memutar otak untuk bisa mengatasinya.

penulis ibaratkan, dalam satu kelas berisi kurang lebih sekitar 30 siswa, guru membayangkan mereka adalah satu kumpulan alat musik yang berbeda-beda. ada alat tiup, ada alat gesek, ada alat pukul dan sebagainya. tugas seorang guru adalah mengaransemen agar alat-alat tadi bisa berpadu menghasilkan bunyi yang harmonis. dari sini kita bisa mengajarkan perbedaan melalui musik. ketika sudah banyak yang melupakan makna dari Bhinneka Tunggal Ika, maka melalui musik kita bisa mengajak anak didik kita untuk kembali memahami semboyan itu bukan sekedar semboyan yang harus dihafalkan untuk menjawab soal-soal ujian.

melalui pelajaran musik pula kita melatih kedisiplinan dan memberikan pemahaman bahwa jika dalam sekumpulan tim ada yang tidak disiplin, maka itu dapat mengacaukan kinerja tim yang lain.anak-anak nanti akan cenderung bertanya, masak sih bu/pak? perasaan oke-oke saja.lalu mereka diajak memainkan satu karya musik sederhana dalam format ansambel. karya tersebut telah diaransemen sedemikian rupa sehingga semua alat musik memainkan peranannya masing-masing. ini berarti tidak semua alat musik memainkan melodi utama atau bermain sepanjang lagu, melainkan ada yang menjadi melodi utamanya, pengisi,pemegang ritmis dan groove das lain sebagainya. lalu ketika salah satu temannya tidak disiplin dalam menghitung ketukan, maka akan mengacaukan temannya yang lain.setelah mengalami kesalalahan (seringnya berulang-ulang namun tetap tidak ada hukuman) si anak biasanya akan merubah sikap, akan menjadi lebih berkonsentrasi dan disiplin dalam menghitung.boleh percaya boleh tidak, setelah itu, si anak akan lebih menghargai kedisiplinan minimal disiplin dengan mata pelajaran yang telah mengajarinya disiplin (lho kok muter-muter hehehe).

pada prinsipnya, semua mata pelajaran di sekolah baik.hanya mungkin metode pembelajarannya yang kadang kalo kita cermati masih sebatas menghafal untuk supaya mampu mengerjakan soal ujian, bukan membedah, menganalisa lalu menyimpulkan. kalaupun sekarang banyak digunakan metode diskusi, pada akhirnya banyak yang menyelewengkan untuk hanya sekedar diskusi saja tanpa mengupas esensinya.

akhir kata, terimakasih untuk musik yang telah memberi warna bagi kehidupan penulis.mohon maaf bagi teman-teman yang mungkin tercabik hatinya karena membaca tulisan ini.sejujurnya penulis hanya ingin mengajak kita semua membuka mata bahwa sejatinya kita bisa saling bergandengan tangan memikirkan masa depan pendidikan di negara ini.semoga apa yang penulis maksudkan bisa tercapai. perjalanan masih teramat panjang, dan tujuan pun masih jauh.mari kita fikirkan bersama-sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar