Selasa, 28 Juli 2009

Keroncong..??? Siapa Takut...!!!

Beberapa waktu yag lalu ketika sedang berdialog di kelas, saya melempar pertanyaan kepada murid-murid jenius saya. Begini...
"Nak, apa yang kalian ketahui tentang musik keroncong?."
Lalu gemuruh jawaban menderu bak angin puyuh yang membikin rambut saya jadi berkibar-kibar (padahal selama menjadi guru, rambut saya tidak pernah panjang hehe). Jawaban jawaban itu akhirnya bisa saya urai satu demi satu.
" Musik kegemaran opa oma saya Bu," jawab si A.
"Yang pake gitar kecil-kecil itu Bu," jawab yang lain.
"Yang biasa dimainin pengamen di perempatan," mulai mengkerut jidat saya.
"Nggak tau ah Bu, jadul pokoknya. Nggak asik pokoknya. Asikan MCR Bu, tau kan?" jidat makin mengkerut kayak mummi.
"Kalo di buku paket tertulis musik yang akarnya dari Portugis," masih mending ada dasar ilmiahnya.
Lalu tiba-tiba ada umpan balik yang membikin "mak kliyeng" ini kepala.
"Lah, kalau menurut bu Guru sendiri apa ?," gleg.
Untung saya sudah punya sifat anti jaim di kelas. Langsung saya jawab," pengetahuan bu Guru sendiri tentang musik keroncong masih sedikit. Makanya bu Guru ajak kalian berdiskusi untuk tukar pengertian. Eh, kok jawabannya pada ngawur," sambil tersenyum lega karena murid-murid tidak ngeBom saya dengan kata "huuuuuu".

Beberapa waktu berlalu, hingga saya dapat undangan untuk mengikuti SEMINAR KERONCONG UNFORGETABLE dengan narasumber Singgih Sanjaya, Dosen ISI, komposer dan arranger, (putrinya adalah alumni SMP N 5 Yogyakarta), dan Queen Of Keroncong, Tante, Ibu, Oma Waldjinah yang terkenal dengan Walangkekeknya. Narasumber lain adalah Pak Wawan, wartawan SKH Kedaulatan Rakyat yang banyak menulis berita tentang Seni dan Budaya dan dipanu oleh mas Imung, Dosen Flute sekaligus praktisi keroncong.

Awalnya saya merasa seperti perempuan di sarang penyamun, karena peserta seminar adalah rata-rata pemain keroncong senior, penikmat serta pengamat keroncong. Lha saya, jangankan main, mendengarkan pun jarang. Meski begitu, saya tidak alergi dengan jenis musik ini.
Kemudian ketika dialog mengalir dengan santai, tanpa istilah-istilah ilmiah yang njlimet, apalagi Oma Waldjinah, bercerita tentang pengalamannya sebagai penyanyi keroncong sangat lugu dan segar, perahan membuka pemikiran saya secara lebih luas tentang musik keroncong.

Jika dulu, semasa kuliah, teknik-teknik bermain yang dikejar, maka dari dialog seminar tadi, ada pengetahuan baru tentang nilai-nilai luhur yang dikandung oleh musik Keroncong.
Akibatnya saya menjadi tidak sabar untuk menunggu hari Rabu malam, tanggal 29 Juli 2009 yang mana akan diselenggarakan Concert Orkestra Keroncong dengan tema Unforgetable Keroncong. Terus terang saya penasaran. Keroncong dipentaskan dengan format orkestra, bukan itu saja, ada pembaharuan kreatifitas dalam musik Keroncong yang akan disajikan dalam konser tersebut.

Ah, andaikan saya bisa mengajak seluruh murid-murid saya untuk menonton acara tersebut, mungkin tiket seharga 10.000 untuk kelas festival dan 25.000 untuk kelas VIP tidak akan bernilai apa-apa dibandingkan dengan pengalaman musik yang akan di dapat dan berharap dari melihat karya anak bangsa tersebut, tumbuh paling tidak satu benih untuk tetap melestarikan musik asli Indonesia ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar