Kamis, 30 Juli 2009

Oleh-oleh Dari Unforgetable Keroncong By Light Keroncong Orkestra

Selembar tiket untuk menonton konser teronggok di meja kantor. Seorang kawan mengirimkannya untuk saya, karena dia tahu saya hobi nonton musik yang tidak biasa. Menimbang, mengingat dan memutuskan, karena yang mengundang adalah salah seorang kawan baik, ya bagaimanapun caranya harus diusahakan datang walaupun hanya menonton sepuluh menit. Tapi saya salah menduga, akhirnya saya teronggok di kursi hingga menit demi menit usai melantunkan tembang-tembang keroncong yang dibawakan secara kolaboratif antara instrumen cuk, cak, gitar, bass, biola dan flute dengan seperangkat instrumen orkes lengkap terdiri dari string section, tiup logam (trumpet, trombone dan horn), tiup kayu (flute, oboe, clarinet dan saxophone), perkusi (drumset, timpani, chimes dsb), piano dan dibalut dengan aransemen cantik oleh sang music director, Singgih Sanjaya, seorang Dosen, Arranger dan Composer yang cukup berpengaruh di atmosfer seniman Yogyakarta.

Jangan bayangkan suasana konser yang formal, bertele-tele dan membikin ngantuk (apalagi keroncong identik untuk musik pengantar saat bersantai menjelang tidur). Acara dimulai pukul 19.50, dan dibuka oleh MC dengan kocak. Ada beberapa kesalahan protokol acara namun mampu dimanfaatkan dengan manis dan membikin gerr penonton. Saya tidak tahu apakah ini disengaja atau memang kesalahan semata. Jikalau disengaja, maka saya angkat jempol untuk aktingnya yang sangat natural, dan jikalaupun tidak disengaja, maka tetap angkat jempol untuk kelihaian sang MC membikin kesalahan-kesalahan tersebut menjadi humor segar yang cukup menghibur penonton yang sudah menunggu dengan sabar sejak pukul 19.00

Setelah sambutan singkat dari kepala dinas pariwisata, konser dibuka dengan Langgam Bengawan Solo. Lagu ciptaan Gesang yang menjadi ikon keroncong dan telah mendunia ini, dinyanyikan dengan mulus oleh mbak Anik Trisnawati, penyanyi serba bisa yang meraih juara 2 BIntang Radio pada tahun 2008. Dalam lagu ini Singgih Sanjaya menambahkan warna baru dalam aransemennya. Arranger bermain-main dengan beat-beat jazz yang nakal pada beberapa frase lagu, mampu memberikan kejutan-kejutan yang berarti dari lagu yang mempunyai karakter lembut mendayu tersebut.

Berikutnya tembang Bandar Jakarta yang merupakan jenis keroncong asli dan dibawakan dengan gaya pop oleh Brian Prasetyoadi ( juara Bintang Radio Nasional 2008). Jika anda tak sempat melihat, maka bayangkanlah suaranya selezat secangkir cokelat hangat. Kemudian berturut-turut penampilan Ferianto, Juara Bintang Radio Nasional 2006 dalam Keroncong Nusantara, dimana pada nomor ini LKO berkolaborasi dengan Himpunan Artis dan Musisi Keroncong Indonesia (HAMKRI) dan penampilan Langgam Rangkaian Melati, dibawakan secara instrumental dengan Tenor Saxophone oleh sang Conductor, Singgih Sanjaya. Mak nyess rasanya. Repertoar selanjutnya,sang Ratu Kembang Kacong, Ibu Hj. Waldjinah muncul menyanyikan Keroncong Moritsko. Kemudian sesi pertama diakhiri dengan Heal The World, dinyanyikan oleh PSM UGM dengan iringan Keroncong.

Ada yang unik pada penampilan sesi kedua, yaitu pada repertoar Clarinet Concerto With Keroncong Music dan Orchestra yang dibawakan oleh pemain klarinet Indonesia bertaraf world class, Nino Wijaya. Jika anda terbiasa mendengarkan concerto-concerto musik klasik, maka bayangkan saja musik-musik tersebut diiringi dengan irama keroncong. Gagasan ini muncul di benak sang komposer, Singgih Sanjaya dari melihat repertoar musik keroncong yang hampir semuanya diperuntukkan untuk vokal. Hanya lagu Jali-jali yang dikenal bisa dimainkan secara instrumental, penulis pernah melihat lagu tersebut dibawakan oleh violis Didit semasa dia masih berumur 7 th (semoga tidak salah).

Repertoar berikutnya adalah Keroncong Sepercik Nyala Api, dibawakan oleh Anik Trisnawati berkolaborasi dengan HAMKRI. Disusul kemudian dengan Stambul Baju Biru ciptaan Hardiman, dibawakan oleh Ferianto dan lagu Terimakasih Cinta yang dipopulerkan penyanyi Afghan, kali ini jelas dibawakan dengan iringan keroncong oleh Brian Prasetyoadi.

Dua repertoar berikutnya merupakan repertoar terakhir yaitu Ayo Ngguyu oleh si Walangkekek, Ibu Waldjinah. Di lagu ini, dengan gayanya yang kenes, nenek yang masih cantik di usia senja tersebut mampu menghidupkan suasana dengan ajakan kepada penonton untuk tertawa, sesuai dengan judul lagu yang beliau bawakan. Kontan saja, penonton tertawa setiap Ibu Waldjinah melafalkan kalimat "Ayo Ngguyu". Kemudian nomor Tembang Nusantara yang merupakan lagu-lagu daerah Nusantara antara lain Selayang Pandang (Melayu), Cing Cangkeling (Sunda), Tanduk Majeng (Madura), Ampar-ampar Pisang (Kalimantan), Ati Raja (Makassar), Janger (Bali), Goro-gorone (Maluku) dan Sajojo (Papua) dibawakan secara Medley oleh PSM UGM menjadi nomor penutup pada konser tersebut.

Kesan yang tertangkap dan kemudian diakui saat wawancara, bahwa dalam konser tersebut Singgih Sanjaya ingin membuka pola pikir penonton bahwa musik keroncong bisa dinikmati tanpa batasan umur tua dan muda serta dapat dikemas dalam berbagai kemasan variatif. Hal tersebut dapat terbaca dari penampil-penampil yang mewakili tiga dekade. Waldjinah sebagai kalangan senior, Anik dan Ferianto dari kalangan dewasa lalu Brian dan PSM UGM yang mewakili kawula muda yang gaul dan dinamis. Singgih juga membuka kacamata kita, bahwa dengan kreatifitas dalam pembuatan aransemen baru (dan Singgih Sanjaya telah melakukannya pada seluruh repertoar), kemasan yang menarik, musik keroncong pun punya nilai jual, meski diakui masih butuh perjuangan panjang untuk mencapai hal itu. Namun Singgih menegaskan bahwa dirinya hanya berkarya-dan berkarya tanpa memperdulikan sejauh mana pasar akan merespon. Wow..

Bagi penulis, acara tersebut menambah pemahaman penulis mengenai jenis-jenis musik keroncong. Dari segi musikal, jelas sekali aransemen Singgih Sanjaya diseluruh repertoar memberikan warna dan sensasi baru. Keroncong beradu dengan patern-patern Jazz, Blues, Concerto dan Pop menjadikan penulis penonton yang memenuhi ruangan tetap di tempat hingga acara usai.

Terlepas dari kesuksesan acara semalam, tetap ada beberapa hal yang harus dibenahi. Yaitu mulai munculnya calo-calo tiket yang sangat merugikan penonton dengan trik berbohong mengatakan tiket box telah habis (entah kapan hal ini bisa diatasi....oh Indonesiaku..). Acara sempat molor hingga 20 menit dari jadwal yang dijanjikan (lagi-lagi di Indonesia). Penonton sempat berdesakan ketika pintu dibuka karena harus giliran menyobek karcis dan mendapat buklet urutan acara. Mungkin untuk acara berikutnya perlu lebih diatur yang lebih humanis lagi.

Namun terlepas dari kurang dan lebihnya, acara tersebut perlu untuk dilestarikan. Sehingga nilai-nilai luhur yang terkandung dalam musik keroncong bisa ditularkan kepada generasi muda yang diharapkan akan lebih banyak generasi muda yang memiliki kearifan budaya lokal sebagai identitas, filosofi dan jati diri. Bukan sekedar formalitas belaka. Dan bangsa ini akan semakin besar sesuai dengani semboyan "Bangsa Yang Besar Adalah Bangsa Yang Mencintai dan Menjunjung Tinggi Kebudayaannya Sendiri".

Salam Musik....Salam Keroncong...Jaya...

Selasa, 28 Juli 2009

Keroncong..??? Siapa Takut...!!!

Beberapa waktu yag lalu ketika sedang berdialog di kelas, saya melempar pertanyaan kepada murid-murid jenius saya. Begini...
"Nak, apa yang kalian ketahui tentang musik keroncong?."
Lalu gemuruh jawaban menderu bak angin puyuh yang membikin rambut saya jadi berkibar-kibar (padahal selama menjadi guru, rambut saya tidak pernah panjang hehe). Jawaban jawaban itu akhirnya bisa saya urai satu demi satu.
" Musik kegemaran opa oma saya Bu," jawab si A.
"Yang pake gitar kecil-kecil itu Bu," jawab yang lain.
"Yang biasa dimainin pengamen di perempatan," mulai mengkerut jidat saya.
"Nggak tau ah Bu, jadul pokoknya. Nggak asik pokoknya. Asikan MCR Bu, tau kan?" jidat makin mengkerut kayak mummi.
"Kalo di buku paket tertulis musik yang akarnya dari Portugis," masih mending ada dasar ilmiahnya.
Lalu tiba-tiba ada umpan balik yang membikin "mak kliyeng" ini kepala.
"Lah, kalau menurut bu Guru sendiri apa ?," gleg.
Untung saya sudah punya sifat anti jaim di kelas. Langsung saya jawab," pengetahuan bu Guru sendiri tentang musik keroncong masih sedikit. Makanya bu Guru ajak kalian berdiskusi untuk tukar pengertian. Eh, kok jawabannya pada ngawur," sambil tersenyum lega karena murid-murid tidak ngeBom saya dengan kata "huuuuuu".

Beberapa waktu berlalu, hingga saya dapat undangan untuk mengikuti SEMINAR KERONCONG UNFORGETABLE dengan narasumber Singgih Sanjaya, Dosen ISI, komposer dan arranger, (putrinya adalah alumni SMP N 5 Yogyakarta), dan Queen Of Keroncong, Tante, Ibu, Oma Waldjinah yang terkenal dengan Walangkekeknya. Narasumber lain adalah Pak Wawan, wartawan SKH Kedaulatan Rakyat yang banyak menulis berita tentang Seni dan Budaya dan dipanu oleh mas Imung, Dosen Flute sekaligus praktisi keroncong.

Awalnya saya merasa seperti perempuan di sarang penyamun, karena peserta seminar adalah rata-rata pemain keroncong senior, penikmat serta pengamat keroncong. Lha saya, jangankan main, mendengarkan pun jarang. Meski begitu, saya tidak alergi dengan jenis musik ini.
Kemudian ketika dialog mengalir dengan santai, tanpa istilah-istilah ilmiah yang njlimet, apalagi Oma Waldjinah, bercerita tentang pengalamannya sebagai penyanyi keroncong sangat lugu dan segar, perahan membuka pemikiran saya secara lebih luas tentang musik keroncong.

Jika dulu, semasa kuliah, teknik-teknik bermain yang dikejar, maka dari dialog seminar tadi, ada pengetahuan baru tentang nilai-nilai luhur yang dikandung oleh musik Keroncong.
Akibatnya saya menjadi tidak sabar untuk menunggu hari Rabu malam, tanggal 29 Juli 2009 yang mana akan diselenggarakan Concert Orkestra Keroncong dengan tema Unforgetable Keroncong. Terus terang saya penasaran. Keroncong dipentaskan dengan format orkestra, bukan itu saja, ada pembaharuan kreatifitas dalam musik Keroncong yang akan disajikan dalam konser tersebut.

Ah, andaikan saya bisa mengajak seluruh murid-murid saya untuk menonton acara tersebut, mungkin tiket seharga 10.000 untuk kelas festival dan 25.000 untuk kelas VIP tidak akan bernilai apa-apa dibandingkan dengan pengalaman musik yang akan di dapat dan berharap dari melihat karya anak bangsa tersebut, tumbuh paling tidak satu benih untuk tetap melestarikan musik asli Indonesia ini.

Keroncong..??? Siapa Takut...!!!

Beberapa waktu yag lalu ketika sedang berdialog di kelas, saya melempar pertanyaan kepada murid-murid jenius saya. Begini...
"Nak, apa yang kalian ketahui tentang musik keroncong?."
Lalu gemuruh jawaban menderu bak angin puyuh yang membikin rambut saya jadi berkibar-kibar (padahal selama menjadi guru, rambut saya tidak pernah panjang hehe). Jawaban jawaban itu akhirnya bisa saya urai satu demi satu.
" Musik kegemaran opa oma saya Bu," jawab si A.
"Yang pake gitar kecil-kecil itu Bu," jawab yang lain.
"Yang biasa dimainin pengamen di perempatan," mulai mengkerut jidat saya.
"Nggak tau ah Bu, jadul pokoknya. Nggak asik pokoknya. Asikan MCR Bu, tau kan?" jidat makin mengkerut kayak mummi.
"Kalo di buku paket tertulis musik yang akarnya dari Portugis," masih mending ada dasar ilmiahnya.
Lalu tiba-tiba ada umpan balik yang membikin "mak kliyeng" ini kepala.
"Lah, kalau menurut bu Guru sendiri apa ?," gleg.
Untung saya sudah punya sifat anti jaim di kelas. Langsung saya jawab," pengetahuan bu Guru sendiri tentang musik keroncong masih sedikit. Makanya bu Guru ajak kalian berdiskusi untuk tukar pengertian. Eh, kok jawabannya pada ngawur," sambil tersenyum lega karena murid-murid tidak ngeBom saya dengan kata "huuuuuu".

Beberapa waktu berlalu, hingga saya dapat undangan untuk mengikuti SEMINAR KERONCONG UNFORGETABLE dengan narasumber Singgih Sanjaya, Dosen ISI, komposer dan arranger, (putrinya adalah alumni SMP N 5 Yogyakarta), dan Queen Of Keroncong, Tante, Ibu, Oma Waldjinah yang terkenal dengan Walangkekeknya. Narasumber lain adalah Pak Wawan, wartawan SKH Kedaulatan Rakyat yang banyak menulis berita tentang Seni dan Budaya dan dipanu oleh mas Imung, Dosen Flute sekaligus praktisi keroncong.

Awalnya saya merasa seperti perempuan di sarang penyamun, karena peserta seminar adalah rata-rata pemain keroncong senior, penikmat serta pengamat keroncong. Lha saya, jangankan main, mendengarkan pun jarang. Meski begitu, saya tidak alergi dengan jenis musik ini.
Kemudian ketika dialog mengalir dengan santai, tanpa istilah-istilah ilmiah yang njlimet, apalagi Oma Waldjinah, bercerita tentang pengalamannya sebagai penyanyi keroncong sangat lugu dan segar, perahan membuka pemikiran saya secara lebih luas tentang musik keroncong.

Jika dulu, semasa kuliah, teknik-teknik bermain yang dikejar, maka dari dialog seminar tadi, ada pengetahuan baru tentang nilai-nilai luhur yang dikandung oleh musik Keroncong.
Akibatnya saya menjadi tidak sabar untuk menunggu hari Rabu malam, tanggal 29 Juli 2009 yang mana akan diselenggarakan Concert Orkestra Keroncong dengan tema Unforgetable Keroncong. Terus terang saya penasaran. Keroncong dipentaskan dengan format orkestra, bukan itu saja, ada pembaharuan kreatifitas dalam musik Keroncong yang akan disajikan dalam konser tersebut.

Ah, andaikan saya bisa mengajak seluruh murid-murid saya untuk menonton acara tersebut, mungkin tiket seharga 10.000 untuk kelas festival dan 25.000 untuk kelas VIP tidak akan bernilai apa-apa dibandingkan dengan pengalaman musik yang akan di dapat dan berharap dari melihat karya anak bangsa tersebut, tumbuh paling tidak satu benih untuk tetap melestarikan musik asli Indonesia ini.

Menjalankan Profesi Dengan HAti..

beberapa hari yang lalu saya "kedhapuk" jadi model oleh teman saya yang juga sedang keranjingan foto. siang-siang yang terik, tanpa persiapan apa-apa, tanpa pake rias wajah dan wardrobe yang jelas, saya disuruh berpose berbagai gaya dia tengah sawah nan menghijau. awal-awal sih seneng-seneng saja karena merasa bahwa wajah saya fotogenic...lama-lama, ketika panas terasa makin terik, keringat meleleh dan tiada satu asistenpun yang membantu mengelap keringat saya (seperti yang saya lihat di behind the scene di tipi-tipi), saya mulai bete. untuk satu kali shoot, musti nahan pose dan senyum yang saya kulum. waduuuh...baru terasa deh...betapa sulitnya jadi model. dulu saya berfikir sempat sirik dengan kawan yang wajahnya cantik, karena dia bisa dengan mudah mendapatkan uang banyak dari profesinya sebagai fotomodel dan peragawati....namun gara-gara jadi model amatir siang-siang saya berfikir ulang.

terbayang nikmatnya ketika di dalam studio yang adem dengan murid-murid lalu membiarkan mereka gaduh dan sesekali membentak-bentak supaya ga gaduh (heheheee...ketahuan dweh judesnya)..lalu lamunan saya dibuyarkan oleh teriakan teman sya supaya saya pasang ekpresi yang eksotis bukan melamun....kembali saya berjingkat. badan melenggok, kepala menoleh ke kanan dan mata melirik ke kiri haduuuu.h....sakitnya....m
ata silau udah gitu ekstra tenaga karena harus melirik ke arah yang berlawanan dengan kepala.

selesei pemotretan..saya merenung...teringat ketika awal-awal menjadi guru...ribuan keluhan mengalir dari mulut saya.jadwal mengajar hari kamis, hari senin sudah terasa malasnya.mana gaji yang sedikit pada waktu itu, masih juga dipotong wedeeew...tapi ketika pelan-pelan saya menemukan chemistrynya..saya kembali tak bisa menahan diri untuk tidak bersyukur...memang Tuhan selalu menunjukkan jalan bagi hambanya dengan cara yang unik,tak dimengerti dan terkadang penuh dengan situasi yang menyakitkan ( dalam hal ini berlaku untuk segala hal).
dan Tuhan tiada pernah pilih kasih,entah itu hamba yang taat atau yang tidak. Dia selalu memberi-memberi dan memberi dan pada dasarnya tugas kita hanya menerima dan mengelolanya dengan bijak.

ah sudahlah...yang penting hari itu saya belajar, apapun profesinya, berapapun hasil yang didapat, ketika dijalankan dengan senang hati, ikhlas dan penuh cinta pastiakan bermanfaat bagi menusianya sendiri, keluarga, kerabat dan sahabat.

*didedikasikan untuk

: Pak Raspati (terimakasih telah membuatkan teh paling sedap di dunia tiap pagi), Pak Wardoyo, Pak Pur, Pak Slamet, Pak Warno, Pak Sugeng (sekolah jadi bersih), Mas2 Satpam SMP 5, Pak Budi, Pak Aris, Pak Hambali, Pak Yogo, Bu Dwi, Bu Erti, Bu Is (TU SMP 5 yang sangat rapi kerjaannya)....dana siapapun yang mencintai profesinya....

Saya Tidak Bisa Melukis Ibu..

Melukis adalah satu hal yang belum pernah sukses dalam hidup saya (di samping beli mobil, beli rumah, buka studio, buka sekolah, buka salon, buka butik, buka pusat kebugaran, buka warung makan dan buka-buka yang lain).

Hal ini membuat lamunan saya bergerak mundur ke masa yang telah lalu. Dimulai dari dinding rumah orang tua yang relatif bersih dari coretan-coretan sudah menjadi petunjuk awal. Kemudian tiap saya pergi ke toko buku bersama ibu, saya akan memilih buku gamba yang paling kecil dengan pemikiran supaya tidak terlalu lebar area yang dilukis.

maklumlah, jaman tahun 1986, ketika saya masuk sekolah dasar, di sekolah saya tidak ada ekstrakurikuler menggambar. di samping tenaga pengajar kurang, umumnya para orang tua dari teman-teman saya lebih suka anaknya lekas pulang selepas sekolah untuk menggembalakan sapi, kambing, menumbuk padi / gaplek dsb (waduh...kelihatan deh dari desa hehehe).oleh sebab itu di sekolah saya ekstrakurikuler kebanyakan bersifat dadakan untuk mengikuti lomba, perayaan ataupun penyambutan pejabat agung yang jarang datang.dan kegiatannya lombanya tak jauh dari kasti, lari, volley, tonti, pramuka, dan menyanyi.tidak ada lomba menggambar.

Lalu ketika memasuki SMP, saya ngotot ingin masuk SMP di kabupaten dengan resiko indekost. Ayah dan Ibu saya gembira sekali bahwasanya putrinya ingin belajar mandiri, sisi lain saya merasa lega diijinkan dengan pemikiran saya bisa lepas dari omelan ortu (saat menulis di bagian ini saya sangat merasa berdosa apalagi ketika sadar bahwa omelam-omelan tersebut adalah merupakan nasehat-nasehat jitu).

setali tiga uang, SMP tempat saya menuntut ilmu pun hanya sanggup memfasilitasi ekstrakurikuler olahraga, pramuka dan KIR (seingat saya). maka dari pada itu lagi-lagi saya membeli buku gambar dengan ukuran paling kecil.

Nilai Keluhuran Budi Manusia Dari Budaya Membuang Sampah Bagikan

hmmmm....lama juga ya nggak curhat.
sewaktu perjalanan pulang dari latihan, setiba di perempatan SGM Yogyakarta, tiba2 sebuah motor dengan plat nomor AD xxxx BS membuang sebuah gelas plastik bekas air mineral. barangkali hal seperti ini jamak terjadi. saya pernah kena lemparan kulit rambutan, kulit duku, tisu dsb ( nasib duuuh...).dan itu sebagian besar dari mobil-mobil mewah yang makin gencar berseliweran di Yogyakarta (kayaknya produser mobil lupa mendesain tempat sampah dalam mobil).prihatin campur gemas.

kenapa ingin saya tulis...? ya tentunya dengan harapan membangun kesadaran kita semua, yang telah sudi membaca tulisan ini ( sukur terus menerus mengkampanyekan wacana ini).

saya rasa saya tidak perlu bertele-tele membahas tema membuang sampah.sudah banyak aneka jargon dan seruan tentang akibat jika tidak benar mengelola sampah.sudah mulai bermunculan bidang-bidang usaha yang bergerak di bidang pengelolaan sampah. namun jumalah mereka tak sebanding dengan jumlah pemasok sampah.

jadi, hal ini akan teratasi jika kita sedikit membuka pikiran kita tentang apa dan bagaimana mengelola sampah.dimulai dari diri kita sendiri, kemudian keluarga baru orang lain.

saya tahu, sebagian besar dari pembaca tentu sudah memahami dan menyadari hal ini. mari merapatkan barisan untuk terus menyayangi bumi ini dengan terus menyerukan tentang pengelolaan sampah.

saya ingin para pembaca semua dan juga saya, membangun kesadaran diri, bahwa nilai keluhuran budi seorang manusia terlihat dari caranya membuang dan mengelola sampah.dan apabila itu tercapai, maka akan membawa dampak positif bagi imej negara kita di mata dunia.

terimakasih.

Para Kekasih Setiaku...

tahun 1999..sahabat pertama ku datang atas nama Suzuki RC 100, warna hitam dengan spesifikasi 2 tak (musti pake oli dobel).waktu itu harga bensin masih RP. 1000 per liter disusul kemudian digantikan oleh Astrea Supra berwarna hitam dengan stiker merah pada tahun 2004. Ayahanda tercinta menyerahkan dengan ikhlas kepada putrinya yang lincah bak kuman di kamar mandi ini. dengan harapan, sang putri bisa pulang dan bobok nyaman di kost. enggak bobok di sekretariat UKM Band karena selalu kemaleman tiap habis latihan. waktu itu saya udah bersuamikan si Yamaha CG 60, gitar bolong yang senantiasa bersedia saya cabik-cabik dikala kesal karena tidak sukses-sukses menyelesaikan 17 repertoar yang dibebankan dosen idola saya, Romo Herwin Yoga Wicaksana.

tahun 2000, ibunda menghadiahkan si hitam kecil sederhana, Yamaha PSR 169....sederhana...hanya puas untuk main piano manual dengan kualitas suara sedikit lebih baik dari keyboard buatan China. kelak saya panggil dia si SMART (ide dari salah satu kawan saya, Mr.Franco).

tahun 2005, setelah beberapa kali berganti, akhirnya saya fix dengan nomor 0812269xxxx.nomor yang membawa berkah besar dari Tuhan dalam hidup saya.meski juga tidak lepas dari kerikil-kerikil kecil, dalam hati saya berniat tak ingin mengganti lagi jika tak diperlukan.

tahun 2006, si mungil Yamaki, gitar kecil buatan solo menjadi kawan baru lagi. si Yamaha CG 60 saya istirahatkan dan pergunakan pada moment-moment tertentu saja.Yamaki menemani saya kemanapun saya pergi. tak pernah dia mengeluh ketika kehujanan, kepanasan dan jarang saya kendorkan senarnya.

tahun 2008, sebuah laptop ukuran 12 inci dengan warna pink merona, menambah daftar sohib-sohib saya. untuk mendapatkan dia, saya meminta bantuan hutang tanpa bunga kepada Ibunda yang bisa dicicil dengan cara yang sangat "ATURABLE"....dengan nominal yang tidak pasti (hahahaa)

tahun 2009, karena sesuatu hal, si pinky saya relakan untuk adik saya. sebagai gantinya saya melirik si hitam Advan Vanbook, kecil, hitam namun gantengnya bukan main.bersama doi, terasa kehidupan semakin terbantu.

tahun 2009, datang sahabat baru lagi, Panasonic Lumix FX 18, si memoar box, silver, anggun dan baik hati. dia datang melengkapi sisi-sisi hidup saya.

saya tidak pernah tahu, siapa lagi yang kelak datang menemani saya.yang saya tahu , mereka tak pernah mengeluh, tak pernah protes. dan yang pasti, dari sekian sohib-sohib saya, mereka semua tak ada yang abadi. suatu saat mereka bisa meninggalkan saya, atau malah saya yang meninggalkan mereka.yang saya tahu, saya harus menjaga mereka baik-baik dan lagi pula sebagian dari mereka statusnya...........


BELUM LUNAS.................!!!!

*hiks...hiks,,,*