Kamis, 30 Juli 2009

Oleh-oleh Dari Unforgetable Keroncong By Light Keroncong Orkestra

Selembar tiket untuk menonton konser teronggok di meja kantor. Seorang kawan mengirimkannya untuk saya, karena dia tahu saya hobi nonton musik yang tidak biasa. Menimbang, mengingat dan memutuskan, karena yang mengundang adalah salah seorang kawan baik, ya bagaimanapun caranya harus diusahakan datang walaupun hanya menonton sepuluh menit. Tapi saya salah menduga, akhirnya saya teronggok di kursi hingga menit demi menit usai melantunkan tembang-tembang keroncong yang dibawakan secara kolaboratif antara instrumen cuk, cak, gitar, bass, biola dan flute dengan seperangkat instrumen orkes lengkap terdiri dari string section, tiup logam (trumpet, trombone dan horn), tiup kayu (flute, oboe, clarinet dan saxophone), perkusi (drumset, timpani, chimes dsb), piano dan dibalut dengan aransemen cantik oleh sang music director, Singgih Sanjaya, seorang Dosen, Arranger dan Composer yang cukup berpengaruh di atmosfer seniman Yogyakarta.

Jangan bayangkan suasana konser yang formal, bertele-tele dan membikin ngantuk (apalagi keroncong identik untuk musik pengantar saat bersantai menjelang tidur). Acara dimulai pukul 19.50, dan dibuka oleh MC dengan kocak. Ada beberapa kesalahan protokol acara namun mampu dimanfaatkan dengan manis dan membikin gerr penonton. Saya tidak tahu apakah ini disengaja atau memang kesalahan semata. Jikalau disengaja, maka saya angkat jempol untuk aktingnya yang sangat natural, dan jikalaupun tidak disengaja, maka tetap angkat jempol untuk kelihaian sang MC membikin kesalahan-kesalahan tersebut menjadi humor segar yang cukup menghibur penonton yang sudah menunggu dengan sabar sejak pukul 19.00

Setelah sambutan singkat dari kepala dinas pariwisata, konser dibuka dengan Langgam Bengawan Solo. Lagu ciptaan Gesang yang menjadi ikon keroncong dan telah mendunia ini, dinyanyikan dengan mulus oleh mbak Anik Trisnawati, penyanyi serba bisa yang meraih juara 2 BIntang Radio pada tahun 2008. Dalam lagu ini Singgih Sanjaya menambahkan warna baru dalam aransemennya. Arranger bermain-main dengan beat-beat jazz yang nakal pada beberapa frase lagu, mampu memberikan kejutan-kejutan yang berarti dari lagu yang mempunyai karakter lembut mendayu tersebut.

Berikutnya tembang Bandar Jakarta yang merupakan jenis keroncong asli dan dibawakan dengan gaya pop oleh Brian Prasetyoadi ( juara Bintang Radio Nasional 2008). Jika anda tak sempat melihat, maka bayangkanlah suaranya selezat secangkir cokelat hangat. Kemudian berturut-turut penampilan Ferianto, Juara Bintang Radio Nasional 2006 dalam Keroncong Nusantara, dimana pada nomor ini LKO berkolaborasi dengan Himpunan Artis dan Musisi Keroncong Indonesia (HAMKRI) dan penampilan Langgam Rangkaian Melati, dibawakan secara instrumental dengan Tenor Saxophone oleh sang Conductor, Singgih Sanjaya. Mak nyess rasanya. Repertoar selanjutnya,sang Ratu Kembang Kacong, Ibu Hj. Waldjinah muncul menyanyikan Keroncong Moritsko. Kemudian sesi pertama diakhiri dengan Heal The World, dinyanyikan oleh PSM UGM dengan iringan Keroncong.

Ada yang unik pada penampilan sesi kedua, yaitu pada repertoar Clarinet Concerto With Keroncong Music dan Orchestra yang dibawakan oleh pemain klarinet Indonesia bertaraf world class, Nino Wijaya. Jika anda terbiasa mendengarkan concerto-concerto musik klasik, maka bayangkan saja musik-musik tersebut diiringi dengan irama keroncong. Gagasan ini muncul di benak sang komposer, Singgih Sanjaya dari melihat repertoar musik keroncong yang hampir semuanya diperuntukkan untuk vokal. Hanya lagu Jali-jali yang dikenal bisa dimainkan secara instrumental, penulis pernah melihat lagu tersebut dibawakan oleh violis Didit semasa dia masih berumur 7 th (semoga tidak salah).

Repertoar berikutnya adalah Keroncong Sepercik Nyala Api, dibawakan oleh Anik Trisnawati berkolaborasi dengan HAMKRI. Disusul kemudian dengan Stambul Baju Biru ciptaan Hardiman, dibawakan oleh Ferianto dan lagu Terimakasih Cinta yang dipopulerkan penyanyi Afghan, kali ini jelas dibawakan dengan iringan keroncong oleh Brian Prasetyoadi.

Dua repertoar berikutnya merupakan repertoar terakhir yaitu Ayo Ngguyu oleh si Walangkekek, Ibu Waldjinah. Di lagu ini, dengan gayanya yang kenes, nenek yang masih cantik di usia senja tersebut mampu menghidupkan suasana dengan ajakan kepada penonton untuk tertawa, sesuai dengan judul lagu yang beliau bawakan. Kontan saja, penonton tertawa setiap Ibu Waldjinah melafalkan kalimat "Ayo Ngguyu". Kemudian nomor Tembang Nusantara yang merupakan lagu-lagu daerah Nusantara antara lain Selayang Pandang (Melayu), Cing Cangkeling (Sunda), Tanduk Majeng (Madura), Ampar-ampar Pisang (Kalimantan), Ati Raja (Makassar), Janger (Bali), Goro-gorone (Maluku) dan Sajojo (Papua) dibawakan secara Medley oleh PSM UGM menjadi nomor penutup pada konser tersebut.

Kesan yang tertangkap dan kemudian diakui saat wawancara, bahwa dalam konser tersebut Singgih Sanjaya ingin membuka pola pikir penonton bahwa musik keroncong bisa dinikmati tanpa batasan umur tua dan muda serta dapat dikemas dalam berbagai kemasan variatif. Hal tersebut dapat terbaca dari penampil-penampil yang mewakili tiga dekade. Waldjinah sebagai kalangan senior, Anik dan Ferianto dari kalangan dewasa lalu Brian dan PSM UGM yang mewakili kawula muda yang gaul dan dinamis. Singgih juga membuka kacamata kita, bahwa dengan kreatifitas dalam pembuatan aransemen baru (dan Singgih Sanjaya telah melakukannya pada seluruh repertoar), kemasan yang menarik, musik keroncong pun punya nilai jual, meski diakui masih butuh perjuangan panjang untuk mencapai hal itu. Namun Singgih menegaskan bahwa dirinya hanya berkarya-dan berkarya tanpa memperdulikan sejauh mana pasar akan merespon. Wow..

Bagi penulis, acara tersebut menambah pemahaman penulis mengenai jenis-jenis musik keroncong. Dari segi musikal, jelas sekali aransemen Singgih Sanjaya diseluruh repertoar memberikan warna dan sensasi baru. Keroncong beradu dengan patern-patern Jazz, Blues, Concerto dan Pop menjadikan penulis penonton yang memenuhi ruangan tetap di tempat hingga acara usai.

Terlepas dari kesuksesan acara semalam, tetap ada beberapa hal yang harus dibenahi. Yaitu mulai munculnya calo-calo tiket yang sangat merugikan penonton dengan trik berbohong mengatakan tiket box telah habis (entah kapan hal ini bisa diatasi....oh Indonesiaku..). Acara sempat molor hingga 20 menit dari jadwal yang dijanjikan (lagi-lagi di Indonesia). Penonton sempat berdesakan ketika pintu dibuka karena harus giliran menyobek karcis dan mendapat buklet urutan acara. Mungkin untuk acara berikutnya perlu lebih diatur yang lebih humanis lagi.

Namun terlepas dari kurang dan lebihnya, acara tersebut perlu untuk dilestarikan. Sehingga nilai-nilai luhur yang terkandung dalam musik keroncong bisa ditularkan kepada generasi muda yang diharapkan akan lebih banyak generasi muda yang memiliki kearifan budaya lokal sebagai identitas, filosofi dan jati diri. Bukan sekedar formalitas belaka. Dan bangsa ini akan semakin besar sesuai dengani semboyan "Bangsa Yang Besar Adalah Bangsa Yang Mencintai dan Menjunjung Tinggi Kebudayaannya Sendiri".

Salam Musik....Salam Keroncong...Jaya...

Selasa, 28 Juli 2009

Keroncong..??? Siapa Takut...!!!

Beberapa waktu yag lalu ketika sedang berdialog di kelas, saya melempar pertanyaan kepada murid-murid jenius saya. Begini...
"Nak, apa yang kalian ketahui tentang musik keroncong?."
Lalu gemuruh jawaban menderu bak angin puyuh yang membikin rambut saya jadi berkibar-kibar (padahal selama menjadi guru, rambut saya tidak pernah panjang hehe). Jawaban jawaban itu akhirnya bisa saya urai satu demi satu.
" Musik kegemaran opa oma saya Bu," jawab si A.
"Yang pake gitar kecil-kecil itu Bu," jawab yang lain.
"Yang biasa dimainin pengamen di perempatan," mulai mengkerut jidat saya.
"Nggak tau ah Bu, jadul pokoknya. Nggak asik pokoknya. Asikan MCR Bu, tau kan?" jidat makin mengkerut kayak mummi.
"Kalo di buku paket tertulis musik yang akarnya dari Portugis," masih mending ada dasar ilmiahnya.
Lalu tiba-tiba ada umpan balik yang membikin "mak kliyeng" ini kepala.
"Lah, kalau menurut bu Guru sendiri apa ?," gleg.
Untung saya sudah punya sifat anti jaim di kelas. Langsung saya jawab," pengetahuan bu Guru sendiri tentang musik keroncong masih sedikit. Makanya bu Guru ajak kalian berdiskusi untuk tukar pengertian. Eh, kok jawabannya pada ngawur," sambil tersenyum lega karena murid-murid tidak ngeBom saya dengan kata "huuuuuu".

Beberapa waktu berlalu, hingga saya dapat undangan untuk mengikuti SEMINAR KERONCONG UNFORGETABLE dengan narasumber Singgih Sanjaya, Dosen ISI, komposer dan arranger, (putrinya adalah alumni SMP N 5 Yogyakarta), dan Queen Of Keroncong, Tante, Ibu, Oma Waldjinah yang terkenal dengan Walangkekeknya. Narasumber lain adalah Pak Wawan, wartawan SKH Kedaulatan Rakyat yang banyak menulis berita tentang Seni dan Budaya dan dipanu oleh mas Imung, Dosen Flute sekaligus praktisi keroncong.

Awalnya saya merasa seperti perempuan di sarang penyamun, karena peserta seminar adalah rata-rata pemain keroncong senior, penikmat serta pengamat keroncong. Lha saya, jangankan main, mendengarkan pun jarang. Meski begitu, saya tidak alergi dengan jenis musik ini.
Kemudian ketika dialog mengalir dengan santai, tanpa istilah-istilah ilmiah yang njlimet, apalagi Oma Waldjinah, bercerita tentang pengalamannya sebagai penyanyi keroncong sangat lugu dan segar, perahan membuka pemikiran saya secara lebih luas tentang musik keroncong.

Jika dulu, semasa kuliah, teknik-teknik bermain yang dikejar, maka dari dialog seminar tadi, ada pengetahuan baru tentang nilai-nilai luhur yang dikandung oleh musik Keroncong.
Akibatnya saya menjadi tidak sabar untuk menunggu hari Rabu malam, tanggal 29 Juli 2009 yang mana akan diselenggarakan Concert Orkestra Keroncong dengan tema Unforgetable Keroncong. Terus terang saya penasaran. Keroncong dipentaskan dengan format orkestra, bukan itu saja, ada pembaharuan kreatifitas dalam musik Keroncong yang akan disajikan dalam konser tersebut.

Ah, andaikan saya bisa mengajak seluruh murid-murid saya untuk menonton acara tersebut, mungkin tiket seharga 10.000 untuk kelas festival dan 25.000 untuk kelas VIP tidak akan bernilai apa-apa dibandingkan dengan pengalaman musik yang akan di dapat dan berharap dari melihat karya anak bangsa tersebut, tumbuh paling tidak satu benih untuk tetap melestarikan musik asli Indonesia ini.

Keroncong..??? Siapa Takut...!!!

Beberapa waktu yag lalu ketika sedang berdialog di kelas, saya melempar pertanyaan kepada murid-murid jenius saya. Begini...
"Nak, apa yang kalian ketahui tentang musik keroncong?."
Lalu gemuruh jawaban menderu bak angin puyuh yang membikin rambut saya jadi berkibar-kibar (padahal selama menjadi guru, rambut saya tidak pernah panjang hehe). Jawaban jawaban itu akhirnya bisa saya urai satu demi satu.
" Musik kegemaran opa oma saya Bu," jawab si A.
"Yang pake gitar kecil-kecil itu Bu," jawab yang lain.
"Yang biasa dimainin pengamen di perempatan," mulai mengkerut jidat saya.
"Nggak tau ah Bu, jadul pokoknya. Nggak asik pokoknya. Asikan MCR Bu, tau kan?" jidat makin mengkerut kayak mummi.
"Kalo di buku paket tertulis musik yang akarnya dari Portugis," masih mending ada dasar ilmiahnya.
Lalu tiba-tiba ada umpan balik yang membikin "mak kliyeng" ini kepala.
"Lah, kalau menurut bu Guru sendiri apa ?," gleg.
Untung saya sudah punya sifat anti jaim di kelas. Langsung saya jawab," pengetahuan bu Guru sendiri tentang musik keroncong masih sedikit. Makanya bu Guru ajak kalian berdiskusi untuk tukar pengertian. Eh, kok jawabannya pada ngawur," sambil tersenyum lega karena murid-murid tidak ngeBom saya dengan kata "huuuuuu".

Beberapa waktu berlalu, hingga saya dapat undangan untuk mengikuti SEMINAR KERONCONG UNFORGETABLE dengan narasumber Singgih Sanjaya, Dosen ISI, komposer dan arranger, (putrinya adalah alumni SMP N 5 Yogyakarta), dan Queen Of Keroncong, Tante, Ibu, Oma Waldjinah yang terkenal dengan Walangkekeknya. Narasumber lain adalah Pak Wawan, wartawan SKH Kedaulatan Rakyat yang banyak menulis berita tentang Seni dan Budaya dan dipanu oleh mas Imung, Dosen Flute sekaligus praktisi keroncong.

Awalnya saya merasa seperti perempuan di sarang penyamun, karena peserta seminar adalah rata-rata pemain keroncong senior, penikmat serta pengamat keroncong. Lha saya, jangankan main, mendengarkan pun jarang. Meski begitu, saya tidak alergi dengan jenis musik ini.
Kemudian ketika dialog mengalir dengan santai, tanpa istilah-istilah ilmiah yang njlimet, apalagi Oma Waldjinah, bercerita tentang pengalamannya sebagai penyanyi keroncong sangat lugu dan segar, perahan membuka pemikiran saya secara lebih luas tentang musik keroncong.

Jika dulu, semasa kuliah, teknik-teknik bermain yang dikejar, maka dari dialog seminar tadi, ada pengetahuan baru tentang nilai-nilai luhur yang dikandung oleh musik Keroncong.
Akibatnya saya menjadi tidak sabar untuk menunggu hari Rabu malam, tanggal 29 Juli 2009 yang mana akan diselenggarakan Concert Orkestra Keroncong dengan tema Unforgetable Keroncong. Terus terang saya penasaran. Keroncong dipentaskan dengan format orkestra, bukan itu saja, ada pembaharuan kreatifitas dalam musik Keroncong yang akan disajikan dalam konser tersebut.

Ah, andaikan saya bisa mengajak seluruh murid-murid saya untuk menonton acara tersebut, mungkin tiket seharga 10.000 untuk kelas festival dan 25.000 untuk kelas VIP tidak akan bernilai apa-apa dibandingkan dengan pengalaman musik yang akan di dapat dan berharap dari melihat karya anak bangsa tersebut, tumbuh paling tidak satu benih untuk tetap melestarikan musik asli Indonesia ini.

Menjalankan Profesi Dengan HAti..

beberapa hari yang lalu saya "kedhapuk" jadi model oleh teman saya yang juga sedang keranjingan foto. siang-siang yang terik, tanpa persiapan apa-apa, tanpa pake rias wajah dan wardrobe yang jelas, saya disuruh berpose berbagai gaya dia tengah sawah nan menghijau. awal-awal sih seneng-seneng saja karena merasa bahwa wajah saya fotogenic...lama-lama, ketika panas terasa makin terik, keringat meleleh dan tiada satu asistenpun yang membantu mengelap keringat saya (seperti yang saya lihat di behind the scene di tipi-tipi), saya mulai bete. untuk satu kali shoot, musti nahan pose dan senyum yang saya kulum. waduuuh...baru terasa deh...betapa sulitnya jadi model. dulu saya berfikir sempat sirik dengan kawan yang wajahnya cantik, karena dia bisa dengan mudah mendapatkan uang banyak dari profesinya sebagai fotomodel dan peragawati....namun gara-gara jadi model amatir siang-siang saya berfikir ulang.

terbayang nikmatnya ketika di dalam studio yang adem dengan murid-murid lalu membiarkan mereka gaduh dan sesekali membentak-bentak supaya ga gaduh (heheheee...ketahuan dweh judesnya)..lalu lamunan saya dibuyarkan oleh teriakan teman sya supaya saya pasang ekpresi yang eksotis bukan melamun....kembali saya berjingkat. badan melenggok, kepala menoleh ke kanan dan mata melirik ke kiri haduuuu.h....sakitnya....m
ata silau udah gitu ekstra tenaga karena harus melirik ke arah yang berlawanan dengan kepala.

selesei pemotretan..saya merenung...teringat ketika awal-awal menjadi guru...ribuan keluhan mengalir dari mulut saya.jadwal mengajar hari kamis, hari senin sudah terasa malasnya.mana gaji yang sedikit pada waktu itu, masih juga dipotong wedeeew...tapi ketika pelan-pelan saya menemukan chemistrynya..saya kembali tak bisa menahan diri untuk tidak bersyukur...memang Tuhan selalu menunjukkan jalan bagi hambanya dengan cara yang unik,tak dimengerti dan terkadang penuh dengan situasi yang menyakitkan ( dalam hal ini berlaku untuk segala hal).
dan Tuhan tiada pernah pilih kasih,entah itu hamba yang taat atau yang tidak. Dia selalu memberi-memberi dan memberi dan pada dasarnya tugas kita hanya menerima dan mengelolanya dengan bijak.

ah sudahlah...yang penting hari itu saya belajar, apapun profesinya, berapapun hasil yang didapat, ketika dijalankan dengan senang hati, ikhlas dan penuh cinta pastiakan bermanfaat bagi menusianya sendiri, keluarga, kerabat dan sahabat.

*didedikasikan untuk

: Pak Raspati (terimakasih telah membuatkan teh paling sedap di dunia tiap pagi), Pak Wardoyo, Pak Pur, Pak Slamet, Pak Warno, Pak Sugeng (sekolah jadi bersih), Mas2 Satpam SMP 5, Pak Budi, Pak Aris, Pak Hambali, Pak Yogo, Bu Dwi, Bu Erti, Bu Is (TU SMP 5 yang sangat rapi kerjaannya)....dana siapapun yang mencintai profesinya....

Saya Tidak Bisa Melukis Ibu..

Melukis adalah satu hal yang belum pernah sukses dalam hidup saya (di samping beli mobil, beli rumah, buka studio, buka sekolah, buka salon, buka butik, buka pusat kebugaran, buka warung makan dan buka-buka yang lain).

Hal ini membuat lamunan saya bergerak mundur ke masa yang telah lalu. Dimulai dari dinding rumah orang tua yang relatif bersih dari coretan-coretan sudah menjadi petunjuk awal. Kemudian tiap saya pergi ke toko buku bersama ibu, saya akan memilih buku gamba yang paling kecil dengan pemikiran supaya tidak terlalu lebar area yang dilukis.

maklumlah, jaman tahun 1986, ketika saya masuk sekolah dasar, di sekolah saya tidak ada ekstrakurikuler menggambar. di samping tenaga pengajar kurang, umumnya para orang tua dari teman-teman saya lebih suka anaknya lekas pulang selepas sekolah untuk menggembalakan sapi, kambing, menumbuk padi / gaplek dsb (waduh...kelihatan deh dari desa hehehe).oleh sebab itu di sekolah saya ekstrakurikuler kebanyakan bersifat dadakan untuk mengikuti lomba, perayaan ataupun penyambutan pejabat agung yang jarang datang.dan kegiatannya lombanya tak jauh dari kasti, lari, volley, tonti, pramuka, dan menyanyi.tidak ada lomba menggambar.

Lalu ketika memasuki SMP, saya ngotot ingin masuk SMP di kabupaten dengan resiko indekost. Ayah dan Ibu saya gembira sekali bahwasanya putrinya ingin belajar mandiri, sisi lain saya merasa lega diijinkan dengan pemikiran saya bisa lepas dari omelan ortu (saat menulis di bagian ini saya sangat merasa berdosa apalagi ketika sadar bahwa omelam-omelan tersebut adalah merupakan nasehat-nasehat jitu).

setali tiga uang, SMP tempat saya menuntut ilmu pun hanya sanggup memfasilitasi ekstrakurikuler olahraga, pramuka dan KIR (seingat saya). maka dari pada itu lagi-lagi saya membeli buku gambar dengan ukuran paling kecil.

Nilai Keluhuran Budi Manusia Dari Budaya Membuang Sampah Bagikan

hmmmm....lama juga ya nggak curhat.
sewaktu perjalanan pulang dari latihan, setiba di perempatan SGM Yogyakarta, tiba2 sebuah motor dengan plat nomor AD xxxx BS membuang sebuah gelas plastik bekas air mineral. barangkali hal seperti ini jamak terjadi. saya pernah kena lemparan kulit rambutan, kulit duku, tisu dsb ( nasib duuuh...).dan itu sebagian besar dari mobil-mobil mewah yang makin gencar berseliweran di Yogyakarta (kayaknya produser mobil lupa mendesain tempat sampah dalam mobil).prihatin campur gemas.

kenapa ingin saya tulis...? ya tentunya dengan harapan membangun kesadaran kita semua, yang telah sudi membaca tulisan ini ( sukur terus menerus mengkampanyekan wacana ini).

saya rasa saya tidak perlu bertele-tele membahas tema membuang sampah.sudah banyak aneka jargon dan seruan tentang akibat jika tidak benar mengelola sampah.sudah mulai bermunculan bidang-bidang usaha yang bergerak di bidang pengelolaan sampah. namun jumalah mereka tak sebanding dengan jumlah pemasok sampah.

jadi, hal ini akan teratasi jika kita sedikit membuka pikiran kita tentang apa dan bagaimana mengelola sampah.dimulai dari diri kita sendiri, kemudian keluarga baru orang lain.

saya tahu, sebagian besar dari pembaca tentu sudah memahami dan menyadari hal ini. mari merapatkan barisan untuk terus menyayangi bumi ini dengan terus menyerukan tentang pengelolaan sampah.

saya ingin para pembaca semua dan juga saya, membangun kesadaran diri, bahwa nilai keluhuran budi seorang manusia terlihat dari caranya membuang dan mengelola sampah.dan apabila itu tercapai, maka akan membawa dampak positif bagi imej negara kita di mata dunia.

terimakasih.

Para Kekasih Setiaku...

tahun 1999..sahabat pertama ku datang atas nama Suzuki RC 100, warna hitam dengan spesifikasi 2 tak (musti pake oli dobel).waktu itu harga bensin masih RP. 1000 per liter disusul kemudian digantikan oleh Astrea Supra berwarna hitam dengan stiker merah pada tahun 2004. Ayahanda tercinta menyerahkan dengan ikhlas kepada putrinya yang lincah bak kuman di kamar mandi ini. dengan harapan, sang putri bisa pulang dan bobok nyaman di kost. enggak bobok di sekretariat UKM Band karena selalu kemaleman tiap habis latihan. waktu itu saya udah bersuamikan si Yamaha CG 60, gitar bolong yang senantiasa bersedia saya cabik-cabik dikala kesal karena tidak sukses-sukses menyelesaikan 17 repertoar yang dibebankan dosen idola saya, Romo Herwin Yoga Wicaksana.

tahun 2000, ibunda menghadiahkan si hitam kecil sederhana, Yamaha PSR 169....sederhana...hanya puas untuk main piano manual dengan kualitas suara sedikit lebih baik dari keyboard buatan China. kelak saya panggil dia si SMART (ide dari salah satu kawan saya, Mr.Franco).

tahun 2005, setelah beberapa kali berganti, akhirnya saya fix dengan nomor 0812269xxxx.nomor yang membawa berkah besar dari Tuhan dalam hidup saya.meski juga tidak lepas dari kerikil-kerikil kecil, dalam hati saya berniat tak ingin mengganti lagi jika tak diperlukan.

tahun 2006, si mungil Yamaki, gitar kecil buatan solo menjadi kawan baru lagi. si Yamaha CG 60 saya istirahatkan dan pergunakan pada moment-moment tertentu saja.Yamaki menemani saya kemanapun saya pergi. tak pernah dia mengeluh ketika kehujanan, kepanasan dan jarang saya kendorkan senarnya.

tahun 2008, sebuah laptop ukuran 12 inci dengan warna pink merona, menambah daftar sohib-sohib saya. untuk mendapatkan dia, saya meminta bantuan hutang tanpa bunga kepada Ibunda yang bisa dicicil dengan cara yang sangat "ATURABLE"....dengan nominal yang tidak pasti (hahahaa)

tahun 2009, karena sesuatu hal, si pinky saya relakan untuk adik saya. sebagai gantinya saya melirik si hitam Advan Vanbook, kecil, hitam namun gantengnya bukan main.bersama doi, terasa kehidupan semakin terbantu.

tahun 2009, datang sahabat baru lagi, Panasonic Lumix FX 18, si memoar box, silver, anggun dan baik hati. dia datang melengkapi sisi-sisi hidup saya.

saya tidak pernah tahu, siapa lagi yang kelak datang menemani saya.yang saya tahu , mereka tak pernah mengeluh, tak pernah protes. dan yang pasti, dari sekian sohib-sohib saya, mereka semua tak ada yang abadi. suatu saat mereka bisa meninggalkan saya, atau malah saya yang meninggalkan mereka.yang saya tahu, saya harus menjaga mereka baik-baik dan lagi pula sebagian dari mereka statusnya...........


BELUM LUNAS.................!!!!

*hiks...hiks,,,*

daftar lagu luar yang dialih bahasakan ke bahasa jawa oleh Didi Kempot [untuk penyegaran fikiran]

All out of love (Air Supply):
Katresnan kebablasan

Goodbye (Air Supply):
Minggat

Lost in love (Air Supply):
Wes ora tresno

Making love out of nothing at all (Air Supply):
Gelo (jebule ora dibayar)

Grease (Bee Gees) :
Kinclong

How deep is your love (Bee Gees):
Duwekmu kok jero 'men

I started a joke (Bee Gees):
Wiwit ndagel

In the morning (Bee Gees):
Isuk utuk2

Saturday night fever (Bee Gees):
Meriang ning nekat ngapel

Summertime (jazz) :
Loro Panas

Stayin' alive (Bee Gees) :
Ora iso mati

Words (Bee Gees) :
Nggedebus

More than words (Extreme) :
Nggedebus pol

Highway star (Deep Purple) :
Jago trek-trek'an

Smoke on the water (Deep Purple) :
Umob (album 'Nggodog Wedang')

Soldier of fortune (Deep Purple) :
Prajurit raiso mati

Mama (Genesis) :
Mak'e

Another day in paradise (Phill Collins) :
Suk'mben ing swargo

Againts all odds (Phill Collins):
Ongko Ganep

All night long (Lionel Richie) :
Lek-lek'an(ngebyar)

Still (Lionel Richie) :
Isih (durung entek)

Stuck on you (Lionel Richie) :
Kecanthol

Truly (Lionel Richie) :
Tenan'e

Frozen (Madonna) :
Njendel

Like a virgin (Madonna) :
Ketok'e perawan

Don't cry for me, Argentina (Madonna) :
Ojo nangis, Sragen

Billy Jean (Michael Jackson) :
Tuku clono Levis

Black & white (Michael Jackson) :
Sebrangan dalan

Killing me softly (Roberta Flack) :
Di-ithik-ithik sak-modar'e

Release me (Engelbert Humperdinck) :
Cul'na aku

My way (Frank Sinatra) :
Sak-karepku

I don't like to sleep alone (Paul Anka) :
Kelon-ana aku

Fragile (Sting) :
Bentet

Hands clean (Alanis Morissette) :
Bar Wisuh

Believe (Cher) :
Percoyo

I still believe (Brenda K Star) :
Ngengkelan

Shy guy (Diana King) :
Clingus

Wild woman (Michael Learns to Rock) :
Morotuwo

Torn (Natallie Imbruglia) :
Suwek / dedel duel

Don't speak (No Doubt) :
Meneng'a wae

La copa de la via (Ricky Martin) :
Ayo bal-balan

Something stupid (R William & Nicole Kidman):
nggobloki

Kiss me (Sixpence None The Richer) :
Kismis

Viva forever (Spice Girls) :
Ketagihan wedak Viva

Uptown girl (Westlife) :
Wong wedok nggunung

Don't stop me now (Queen) :
Ojo Nggandoli

Bohemian rhapsody (Queen) :
Bu Hemi nge'Rap'

We will rock you (Queen) :
Balang2an watu

Always (Bon Jovi) :
Mesti ngono

Bed of roses (Bon Jovi) :
Peti mati

Alone (Heart) :
Ijen (album 'Kendel tenan')

Self control (Laura Branigan):
Poso

Warrior (Pat Benatar) :
Sepatu basket

The temple of the king (Rainbow) :
Candi

Sailing (Rod Stewart) :
Iseh Eling (ora edan)

Jump (Van Halen) :
Njondil (album 'Kaget')

Almost unreal (Roxette) :
Ora umum

Black magic woman (Santana) :
Mak Lampir

Smooth (Santana) :
Lunyu (album 'Kepleset')

Always somewhere (Scorpion) :
Mblayang wae

Still loving you (Scorpion) :
Ra duwe isin

So young (The Corrs) :
Bocah SD

After all (Al Jarreau) :
Entek2an

Forever young (Alphaville) :
Awet enom

Woman in love (Barbra Streisand) :
Suminten edan

Mandy (Barry Manilow) :
Adus

Suddenly (Billy Ocean) :
Mak-jegagik / uJUG uJUG

If (Bread) :
Yen

My heart will go on (Celine Dion) :
Loro hepatitis

The prayer (Andrea Bocelli & Celine Dion) :
Mbah Modin

I've never been to me (Charlene) :
Ora pernah kenal Tomi

Hard to say I'm sorry (Chicago) :
Kisinan

Zombie (Cranberries) :
Gendruwo

Boulevard (Dan Byrd) :
Dalan gede

Lady Valentine (David Gates) :
Putri Solo

Emotion (Destiny's Child) :
Muntab

If we hold on together (Diana Ross) :
Yen Gegandengan tangan

It's you (Dionne W & Stevie W) :
Jebul sliramu

Hotel California (Eagles) :
Losmen Kali Pepe

Big big world (Emilia) :
Donya'ne gedhe banget

In your eyes (George Benson) :
Blobok

Careless whisper (George Michael) :
Seneng rasan2

All I am (Heatwave) :
Serakah

I don't have the heart (James Ingram) :
Rempela thok

Just once (James Ingram) :
Sepisan wae

Beautiful girl (Jose Mari Chan) :
Cah ayu

To all the girls I loved before (Julio Iglesias) :
Kanggo randha-randhaku

Dust in the wind (Kansas) :
Lesus nggawa bledug

Pretty boy (M2M) :
Banci

Smile again (Manhatan Transfer) :
Ayo ngguyu (Waljinah)

Paint my love (Michael Learns to Rock) :
Nge-cet omahe pacar

I'll be here waiting for you (Richard Marx) :
Dak-cegat nyang kene

Become 1 (Spice Girls) :
Ilang siji

Babe (Styx) :
Maratuwa (Betawi)

Mermaid (Tatsuro Yamashita) :
Iwak ayu

Lea (Toto) :
Liyo (ora podo)

Just the way you are (Billy Joel) :
Sak-karepmu

Smoke gets in your eyes (jazz) :
Kakehan ngrokok

Long train running (Doobie W) :
Kepancal Sepur

All blues (George Benson) :
Kelunturan (biru kabeh)

O Danny boy (tradisional Irlandia) :
Jebul'e anake Dani!

Blueberry hill (Louis Armstrong):
Gunung Pare

100 % hanya ingin menghibur

[terimakasih bila anda mau tersenyum saat ini]

Sekolah Rumah Agus Salim

Tulisan Mas Iswara NR

WARTAWAN Belanda itu terheran, “Bagaimana mungkin Islam Salim dapat fasih berbahasa Inggris, sedangkan anak itu tak pernah disekolahkan?” Kekaguman Jef Last itu dijawab oleh Agus Salim, ayahanda Islam, “Apakah anda pernah mendengar tentang sebuah sekolah di mana kuda diajari meringkik? Kuda-kuda tua meringkik sebelum kami, dan anak-anak kuda ikut meringkik. Begitu pun saya meringkik dalam bahasa Inggris, dan Islam pun ikut meringkik, juga dalam bahasa Inggris.”

Bukan hal yang aneh jika anak-anak Salim sangat lancar berbahasa Inggris. Bahasa harian di keluarga Salim adalah bahasa-bahasa asing. Agus Salim sendiri menguasai selusin bahasa asing, termasuk bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Prancis, Jepang, Arab, juga Turki.

Anak-anak Salim memang tak pernah tersentuh sekolah formal kolonial, ia mendidik para buah hatinya sendiri di rumah, termasuk Islam Basari Salim, anak keenam. Hanya si bungsu Abdur Rachman Ciddiq yang sempat merasakan bangku sekolah, itu pun ketika era kolonial Belanda di Indonesia telah usai. Agus Salim menganggap pendidikan kolonial Belanda sebagai “jalan berlumpur” sehingga ia tidak mau anak-anaknya ikut tercebur di dalamnya. Uniknya, jenjang pendidikan Agus Salim sendiri sangat lekat dengan sekolah-sekolah Belanda, bahkan ia adalah lulusan terbaik Hogere Buger School (HBS) se-Hindia Belanda, Salim lulus pada 1903. HBS adalah sekolah menengah yang hanya menerima siswa berkebangsaan Belanda dan Eropa, serta sedikit anak pribumi yang orang tuanya berpangkat.

Metode belajar keluarga Salim sangat menyenangkan tapi tetap mendidik. Anak-anaknya, sebagai “murid”, tak harus duduk di dalam kelas seperti di sekolah formal. Pelajaran membaca, menulis, dan berhitung diberikan secara santai, bahkan seolah-olah seperti sedang bermain. Sedangkan budi pekerti, sejarah, dan materi ilmu sosial lainnya diberikan melalui bercerita dan obrolan sehari-hari. Salim pun memberikan ruang kepada anak-anaknya untuk bertanya serta mengkritik, bahkan membantah jika tak sependapat, tak hanya sekadar mendengarkan apa yang disampaikan.

Membaca adalah satu kebiasaan menyenangkan yang diterapkan di keluarga. Agus Salim menyediakan buku-buku berbobot berbahasa asing. Hasilnya, kecerdasan anak-anak Salim berkembang pesat. Di usia balita mereka sudah lancar baca-tulis. Anak tertua, Theodora Atia alias Dolly, pada umur 6 tahun bahkan sudah menggemari bacaan-bacaan anak remaja, semisal kisah-kisah detektif Nick Carter dan Lord Lister. Jusuf Tewfik Salim atau Totok, anak kedua Salim, di usia 10 tahun sudah membaca habis Mahabarata, epos kepahlawanan India, dalam buku berbahasa Belanda. Tidak sekadar membaca, Totok bahkan bisa menerangkan makna tersirat yang terkandung di dalam kitab legendaris itu.

Mohammad Roem, tokoh nasional RI, juga pernah terbelalak takjub ketika Dolly dan Totok, di umur 13-15 tahun, sudah sanggup berdiskusi dengannya tentang pengetahuan yang diajarkan di sekolah tingkat atas. Usia Roem sendiri pada saat itu sudah menginjak 20 tahun.

Di masa kini, pendidikan non formal memang menjadi solusi jitu yang tak bijak jika ditampik. Di saat kualitas dan sistem pendidikan nasional masih dalam limbung, ditambah biaya sekolah yang kian melangit, juga orientasi pembodohan para peserta didik yang hanya mengejar ijasah, gelar, serta peluang kerja, sehingga mengaburkan esensi pendidikan sebagai ajang menuntut ilmu, home scholling ala keluarga Agus Salim adalah salah satu alternatif untuk membuat anak cerdas tanpa duduk di kelas.

Sejatinya, di era sekarang sudah cukup banyak pihak yang menerapkan pendidikan alternatif tersebut. Sebut saja Kak Seto, pakar dan pemerhati masalah anak, yang memilih untuk mendidik kedua putrinya di rumah dengan alasan sistem pendidikan formal saat ini kurang bisa menghargai peserta didik sebagai anak. Ada pula sastrawan cilik Nurhamdi, bocah berumur 5,5 tahun yang hanya menamatkan sekolah formalnya di TK untuk kemudian enggan bersekolah lagi. Nurhamdi adalah putra bungsu dari pendongeng asli Yogyakarta, Wachidus Ibnu Say alias Kak WeEs. Dengan metode belajar di rumah serta menjadikan alam sebagai laboratorium dan kelasnya, juga peran orang tua dan lingkungan sebagai gurunya, Nurhamdi kini sudah piawai membuahkan banyak karya.

Pada jalur “semi” formal, berkunjunglah ke Salatiga. Di sana terdapat SMP Qaryah Tayyibah yang digagas oleh Bahruddin. Sekolah ini menawarkan konsep belajar yang tak biasa, eksentrik, tapi tetap berkualitas, dengan memposisikan sama antara guru dan murid alias sekolah tanpa sekat kelas. Atau tengok sistem pendidikan pembebasan yang dianut Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Ekspresi UNY, yang hingga kini masih tetap eksis dalam menghasilkan produk (majalah, buletin, buku, SDM, dan lainnya) serta kader-kader yang cukup mumpuni dalam ranah jurnalistik. Bedanya dengan sekolah formal, baik SMP Qaryah Tayyibah maupun LPM Ekspresi tidak menjanjikan ijasah serta gelar akademis. Yang mereka tawarkan adalah proses belajar serta ilmu. Dik Doank, artis dan presenter, juga sempat membikin sekolah alam yang menyajikan sistem belajar yang unik dan menyenangkan.

Sekolah alternatif atau home scholling juga mulai diterapkan oleh para pelaku Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Salah satunya adalah LSM Rumpun Tjoet Nyak Dien Yogyakarta yang mendirikan Sekolah Pekerja Rumah Tangga (SPRT). Sekolah non formal bagi para pekerja rumah tangga ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan keterampilan bagi calon maupun yang sudah berstatus sebagai pekerja rumah tangga. Peran LSM juga cukup penting dalam melaksanakan pendidikan home scholling bagi anak-anak korban gempa di Yogyakarta dan sekitarnya dengan mengadakan proses belajar di tenda-tenda darurat atau di rumah-rumah warga.

Meski diragukan apakah para penggiat proses belajar non formal ini pernah memelajari, atau setidaknya mengenal konsep pendidikan home scholling yang dirintis Haji Agus Salim, namun peran mereka dalam menawarkan alternatif lain sebagai bentuk solusi terhadap “kekolotan” sekolah formal dengan tetek bengek birokrasinya cukup pantas untuk diberikan penghargaan yang layak. Agus Salim sendiri tentunya tidak pernah menyangka bahwa sikap nyeleneh yang dilakukannya dalam proses pendidikan di keluarganya ternyata telah membuka jalan bagi generasi berikutnya untuk membumikan maksud bahwa untuk cerdas tak harus di sekolah. (Iswara NR)

Mengenali Karakter Dari Kopi Favorit

Dari jenis kopi yang disukai seseorang terletak pula ciri kepribadiannya. Apa dan bagaimana kopi menceritakan karakter peminumnya?

1. Kopi instan
Di mana-mana banyak dijual kopi instan. Yang dibutuhkan hanyalah air panas untuk menyeduhnya, aduk, langsung minum. Ada yang sudah dicampur susu, ada pula kopi murni. Penggemar jenis kopi ini biasanya ingin segala sesuatu cepat dan segera, tanpa perlu bersusah payah. Kadang mengorbankan kualitas demi mengejar waktu. Bisa jadi, perempuan pertama yang disukainya langsung "ditembak" untuk jadi pacar meski baru kenal seminggu.

2. Kopi non-kafein
Semua orang tahu, kopi mengandung kafein yang bisa membahayakan kesehatan, tetapi sering kali disangkal oleh para kopi mania. Bagi yang suka aroma kopi tapi takut akan kafeinnya, ada sejenis minuman yang disebut kopi non-kafein (decaf). Penggemar minuman ini sangat peduli pada masalah kesehatan. Sangat selektif memilih makanan atau minuman yang menyehatkan saja. Ia juga takut mengambil risiko yang bisa membahayakan dirinya.

3. Kopi giling
Ada yang suka minum kopi langsung dari biji kopi segar yang digiling. Di supermarket dan toko dijual jenis kopi segar ini. Namun, bila si dia punya alat giling kopi di rumahnya, berarti dia suka menggiling sendiri biji kopinya. Artinya, dia selalu ingin mengerjakan segala sesuatu sendiri, sangat mandiri, dan tidak tergantung pada siapa pun. Bisa pula diartikan, dia tidak mudah percaya pada orang lain.

4. Espresso
Jenis kopi ini sangat kuat dan sangat hitam karena dibuat langsung dari biji kopi dengan kadar air yang sangat sedikit. Disebut espresso karena cafe dan restoran menghidangkannya dalam waktu singkat di gelas kecil. Ini berkat teknologi mesin espresso dari Italia. Penggemar jenis kopi ini menyenangi pengalaman yang hebat, keras, dan penuh tantangan. Meski suka pada hal-hal berbahaya seperti mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Mereka juga biasanya sangat kreatif. Di sisi lain, mereka sangat penuntut, baik pada diri sendiri, maupun orang di sekitarnya.

5. Cappuccino
Cappuccino adalah espresso ditambah campuran susu, dihidangkan di gelas besar. Perpaduan kopi espresso dan susu menghasilkan warna coklat mirip pakaian para biarawan Capuchin, maka dinamakan cappucino. Penyuka jenis ini termasuk orang yang santai dalam menghadapi apa pun. Tidak mau diburu-buru, meski pada akhirnya segala sesuatu dapat dibereskannya. Hidup baginya seperti menikmati cappucino, ringan namun tetap nikmat.

6. Kopi campuran
Sekarang ini banyak kopi yang dicampur berbagai bahan sehingga menghasilkan aneka rasa. Ada kopi yang dicampur sirup karamel, ditambah bubuk kayu manis, atau ditambah moka. Penyuka jenis kopi ini tidak suka pada hal-hal yang dianggap wajar oleh banyak orang. Inginnya tampil dan berpikiran beda. Bersamanya, orang tidak pernah bosan, karena ia selalu menemukan hal-hal baru untuk dilakukan.

7. Kopi Irlandia
Ada satu jenis kopi yang sangat keras, yaitu kopi Irlandia (Irish coffee). Keras karena dicampur alkohol. Kopi dan alkohol punya efek bertentangan. Kopi membuat orang melek dan mengaktifkan kesadaran, sementara alkohol membuat pikiran tidak sadar. Penggemar minuman ini punya ide, pikiran, dan sifat yang kadang berseberangan. Dalam satu waktu, ia bisa terlihat gembira, dan sejenak kemudian murung.

8. Kopi tubruk
Bubuk kopi diseduh bersama ampasnya, kadang tanpa gula, dan diminum selagi ampasnya masih mengambang. Penggemar kopi ini suka segala sesuatu yang alamiah, dan tidak toleran pada kebohongan. Betapa pun pahitnya sebuah kebenaran, ia akan menerima.

Kejutan Dari Teman-teman Terbaik

waktu itu tanggak 28 maret, selepas acara wisuda di sebuah PTS "ANU" (samaran).
bertempat di salah satu hall gedung khusus acara-acara besar di Yogyakarta
detik-detik wisuda yang menegangkan baru saja berlalu
sama berakhirnya debaran hati teman-teman PSM karena baru saja mempertaruhkan hasil latihan selama hampir satu bulan lebih.

maklum, kalau kacau maka nama baik saya sebagai pelatih akan tercemar (wahaaaa lebay)
demikian juga anggota PSM juga akan malu.dan paling malu adalah PTS "ANU" sendiri.malu sama orang tua wisudawan
masak, bisa nyewa gedung besar buat wisuda, choirnya amburadul
tapi untungnya rasa sadar akan "kemaluan" itu masih kami (pelatih dan anggota) punyai
dan beberapa gelintir petinggi PTS "ANU" yang peduli pada kami.

kenapa saya bilang yang lain tidak punya "kemaluan"?
dalam hal ini "kemaluan" berkonotasi sebagai rasa empatik dan memiliki (semoga tidak salah, dalam bahasa jawa=handarbeni).para petinggi yang tidak punya "kemaluan" itu tidak berfikir bahwa kami mati-matian berlatih untuk memberikan penampilan yang terbaik, dan yang terbaik itu untuk semua yang hadir di ruangan gedung besar itu, dan paling utama adalah untuk PTS "ANU" itu.

kenapa saya bilang begini juga .?
setelah acara selesai, tanpa ekpresi apapun, para petinggi yang tidak punya "kemaluan" itu melenggang pergi.membawa wajah-wajah dingin dan kaku mereka.jangankan jabat tangan, seulas senyum sebagai pertanda terimakasih telah melengkapi acar wisuda pun tak ada.para petinggi itu (terdiri dari anggota senat dan pemilik PTS) langsung melenggang dihadapan kami, seolah-solah kami adalah sebuah cassete player yang baru aja dicabut dari listrik.

hmmm....sempat saya tanggkap, salah satu dari wajah dingin dan kaku itu melempar senyum kepada saya yang naudzubillah...iriiiiiit banget.senyum biasa, berkonotasi bilang terimakasih.
tapi itu sudah lumayan ada perubahan, dibanding acara-acara sebelumnya.dalam benak saya langsung bertanya, bagaimana kehidupan mereka sehari-hari ya...?apa sama kakunya dengan wajah mereka?ah,bodoh amat.bukan urusan saya

kembali ke anak-anak didik saya
syukur alhamdulillah, kami sukses melenggang dari awal hingga akhir acara.anak-anak choir menanyi dengan full ekspresi dan padu sekali.jauh diatas perkiraan mengingat latihan terakhir begitu datar hasilnya (mungkin jenuh karena kami latihan hampir tiap malam selama satu bulan).
bisa dipastikan, selesai menyannyi saya angkat kedua jempol saya. dan mereka pada histeris memeluk saya saking bahagianya.

wahahaaa, mereka lebih takut jika saya marahi karena pentasnya jelek dibanding dimarahi oleh petinggi PTS "ANU" itu.asik asik asik....ini yang saya suka.bermain-main dengan psikis murid lalu bisa memotivasi dan berhasil.....huaaaah, bahagianya melebihi dapat juara ini dan itu.makanya mereka sama-sama enggak peduli ketika para petinggi PTS "ANU" yang pasang mode cuek sama chior.malah saya yang blingsatan (habis kasihan,masak sekedar ngucapin selamat kepada perwakilan PSM aja tidak bisa).namun toh alkhirnya saya larut juga dalam euforia mereka.

iseng-iseng saya raih mic yang kebetulan masih aktif.lalu si Hanif,salah satu dari anak choir yang kebetulan mampu main keyboard saya minta dia untuk menggantikan tugas saya, yaitu mengiringi saya menyanyikan lagu Saat Terakhirnya ST 12 (wakakakaaaaa, drop 95 point saya).tapi lagu itu menyentuh bangeeeeets.nah,pas lagi asik-asiknya melantunkan syair-demi syair dengan dengan segenap perasaan (mumpung yang lain pada sibuk berbenah jadi nggak ada yang memperhatikan saya heheeee), tiba-tiba dari balik celana eh dari balik pintu......JEDEEEEEEEEEEER
...

si Wulan,gadis manis salah satu anggota membawa sebuah kue tart ukuran medium lengkap dengan lilin yang menyala dan mereka kompak bernyanyi "happy birthday to youuuuuu" sambil senyum-senyum ke arah saya.saya sempat celingukan ke belakang (lha kan ultah saya tanggal 30, ini masih tanggal 28)berarti kan mungkin bukan saya.baru saya sadar bahwa surprise party itu untuk saya saat semua pada mengelilingi dan mencubiti saya.wahaaaaa bener-bener surprise.saya udah percaya diri banget mereka tidak tahu tanggal lahir saya.karena selain saya juga baru melatih mereka, saya juga tidak pernah membuka-buka KTP/SIM maupun kartu identitas lainnya yang menunjukkan tanggal lahir saya,namun mereka diam-diam menunjukkan rasa sayang mereka dengan cara merka sendiri.

nah, disinilah kejutan yang mengharukan.saya menyadari betapa mereka menyayangi saya lebih dari sekedar teman berlatih menyanyi.lebih dari itu, saya diterima, dibutuhkan dan (kata mereka juga) saya cukup inspiratif sampai-sampai Maia kalah hahahaaa (becanda).

kue itupun dalam sekejab ludes berpindah ke wajah-wajah kami (sebagaian ke perut kami),tapi tidak dengan nafas kesenian kami.ada bahasa yang tersirat bahwa, mereka akan berjuang untuk berkarya dan kelak akan melukis dunia penuh ekspresi dan bahagia sehingga wajah-wajah kaku, dingin dan angker kelak tidak ada lagi di muka bumi ini.kejutan sesungguhnya untuk saya adalah semangat mereka.

belum selesai, saya dapat sepotong kecil kue tart berbentuk piano (kata Reni yang ngasih, ini bu Fia banget, kecil-kecil main piano hehehee).wah, kalo yang satu ini tidak saya izinkan disentuh hahahaaa

Terimakasih Musik

beberapa hari setelah pentas kolaborasi, kami, tim MGMP Seni Musik timbul ide untuk membuat sebuah grup di facebook dengan nama yang sama. ternyata mendapat respon yang cukup berarti dari sekian undangan yang telah disebar.

seperti kita ketahui, kedudukan seni khususnya musik, di sekolah formal masih belum bergeser dari hidup segan mati tak mau. ada ya untung, enggak ada ya tidak masalah. pengalaman penulis sendiri, bila guru mata pelajaran UAN tidak masuk, maka akan dicari cara supaya murid tidak ketinggalan pelajaran. sedangkan kalau guru seni tidak masuk, paling hanya ditegur untuk alasan presensi kehadiran.biasanya yang sedih justru para murid-murid (apalagi kalau gurunya disukai hehehe),waah, bakal banyak pesan-pesan singkat yang masuk ke telepon seluler si guru yang seratus persen dari murid-muridnya.

kenyataan di lapangan bahwa pemerintah sendiri masih menganak tirikan mata pelajaran yang bersifat mengasah softskill. dari mulai jumlah jam yang jauh dari cukup (2x@40 menit), itupun dibagi empat bidang pokok dalam seni budaya yaitu musik, tari, lukis dan teater.barangkali kemudian akan timbul pernyataan, bahwa untuk seni bisa dipelajari di luar, bisa les privat dan sebagainya.pernyataan itupun akan bisa dijawab bahwa pelajaran lain pun bisa dipelajari di luar. apalagi sekarang lembaga bimbingan belajar tumbuh menjamur bak cendawan di musim hujan dengan aneka metode yang diproklamirkan paling canggih dan paling jitu.

permasalahannya bersumber dari pusat.andai pemerintah tidak menerapkan standar kelulusan nasional seperti pada pemerintah China (di negara tersebut sekolah tidak mengenal UAN)mungkin tidak akan terjadi ketimpangan-ketimpangan maupun penganak titian pendidikan. bahkan ranking pun sepertinya bukan masalah yang penting di China, karena siswa-siswa di sana telah dididik untuk lebih fokus kepada hasil karya, dari mata pelajaran apapun.sehingga tidak ada alasan les supaya tidak ketinggalan pelajaran, atau les supaya semakin pandai mengerjakan soal ujian agar dapat angka raport tertinggi, lalu lulus dan diterima di sekolah bagus, karena sekolah-sekolah di sana senantiasa meremajakan diri (kayak salon saja) dengan selalu berkoordinasi dengan universitas-universitas untuk mengembangkan pendidikan.

kembali kepada musik pendidikan, dengan status mata pelajaran yang boleh dikatakan tersia-sia disekolah formal,menjadikan reaksi bermacam-macam bagi guru yang mengampunya. ada yang mutung dan akhirnya mengajar sebatas kewajiban, ada yang mengundurkan diri dan ada yang tetap idealis memperjuangkan meski dengan sisa-sisa kekuatan.bagi penulis itu adalah hak pribadi tiap orang.ada sebersit ketakutan jika kelak penulis adalah salah satu orang yang mutung tersebut (amit-amit dah).

disadari atau tidak, pembelajaran musik disekolah mempengaruhi kondisi psikologis siswa.meski masih dalam anggapan bahwa, pelajaran musik saatnya bersenang-senang setelah otak lelah dijejali rumus-rumus dan hafalan.kenyataannya mengajar musik di sekolah tidak bisa diterapkan seperti pada les privat. keragaman motivasi , minat dan kemampuan siswa membuat si guru harus memutar otak untuk bisa mengatasinya.

penulis ibaratkan, dalam satu kelas berisi kurang lebih sekitar 30 siswa, guru membayangkan mereka adalah satu kumpulan alat musik yang berbeda-beda. ada alat tiup, ada alat gesek, ada alat pukul dan sebagainya. tugas seorang guru adalah mengaransemen agar alat-alat tadi bisa berpadu menghasilkan bunyi yang harmonis. dari sini kita bisa mengajarkan perbedaan melalui musik. ketika sudah banyak yang melupakan makna dari Bhinneka Tunggal Ika, maka melalui musik kita bisa mengajak anak didik kita untuk kembali memahami semboyan itu bukan sekedar semboyan yang harus dihafalkan untuk menjawab soal-soal ujian.

melalui pelajaran musik pula kita melatih kedisiplinan dan memberikan pemahaman bahwa jika dalam sekumpulan tim ada yang tidak disiplin, maka itu dapat mengacaukan kinerja tim yang lain.anak-anak nanti akan cenderung bertanya, masak sih bu/pak? perasaan oke-oke saja.lalu mereka diajak memainkan satu karya musik sederhana dalam format ansambel. karya tersebut telah diaransemen sedemikian rupa sehingga semua alat musik memainkan peranannya masing-masing. ini berarti tidak semua alat musik memainkan melodi utama atau bermain sepanjang lagu, melainkan ada yang menjadi melodi utamanya, pengisi,pemegang ritmis dan groove das lain sebagainya. lalu ketika salah satu temannya tidak disiplin dalam menghitung ketukan, maka akan mengacaukan temannya yang lain.setelah mengalami kesalalahan (seringnya berulang-ulang namun tetap tidak ada hukuman) si anak biasanya akan merubah sikap, akan menjadi lebih berkonsentrasi dan disiplin dalam menghitung.boleh percaya boleh tidak, setelah itu, si anak akan lebih menghargai kedisiplinan minimal disiplin dengan mata pelajaran yang telah mengajarinya disiplin (lho kok muter-muter hehehe).

pada prinsipnya, semua mata pelajaran di sekolah baik.hanya mungkin metode pembelajarannya yang kadang kalo kita cermati masih sebatas menghafal untuk supaya mampu mengerjakan soal ujian, bukan membedah, menganalisa lalu menyimpulkan. kalaupun sekarang banyak digunakan metode diskusi, pada akhirnya banyak yang menyelewengkan untuk hanya sekedar diskusi saja tanpa mengupas esensinya.

akhir kata, terimakasih untuk musik yang telah memberi warna bagi kehidupan penulis.mohon maaf bagi teman-teman yang mungkin tercabik hatinya karena membaca tulisan ini.sejujurnya penulis hanya ingin mengajak kita semua membuka mata bahwa sejatinya kita bisa saling bergandengan tangan memikirkan masa depan pendidikan di negara ini.semoga apa yang penulis maksudkan bisa tercapai. perjalanan masih teramat panjang, dan tujuan pun masih jauh.mari kita fikirkan bersama-sama.

Sekolah Global Di Desa Kalibening Salatiga

Copy dari Internet..maaf saya lupa siapa yang menulis ini. Yang jelas saya sudah ke sekolah tersebut...bintang lima nuansa belajarnya

FINA Af’idatussofa (14) bukan siswa sekolah internasional dan bukan anak orang berada. Ia lahir sebagai anak petani di Desa Kalibening, tiga kilometer perjalanan arah selatan dari kota Salatiga menuju Kedungombo, Jawa Tengah. Karena orangtuanya tidak mampu, ia terpaksa melanjutkan sekolah di SMP Alternatif Qaryah Thayyibah di desanya. Namun, dalam soal kemampuan Fina boleh dipertandingkan dengan siswa sekolah-sekolah mahal yang kini menjamur di Jakarta.

MESKI bersekolah di desa dan menumpang di rumah kepala sekolahnya, bagi Fina internet bukan hal yang asing. Ia bisa mengakses internet kapan saja. Setiap pagi berlatih bahasa Inggris dalam English Morning. Ia pernah menjuarai penulisan artikel on line di kotanya. Ia juga berbakat dalam olah vokal meski ia mengatakan tidak ingin menjadi seorang penyanyi.

"Kalau menjadi penyanyi, pekerjaanku hanya menyanyi. Padahal, cita-citaku banyak. Aku ingin jadi presenter, aku ingin jadi penulis, pengarang lagu, ilmuwan, dan banyak lagi…. Aku juga ingin berkeliling dunia," kata Fina.

SMP Alternatif Qaryah Thayyibah resmi terdaftar sebagai SMP Terbuka, sekolah yang sering diasosiasikan sebagai sekolah untuk menampung orang-orang miskin agar bisa mengikuti program wajib belajar sembilan tahun. Namun, siswa SMP Alternatif Qaryah Thayyibah sangat mencintai dan bangga dengan sekolahnya.

Pukul 06.00 sekolah sudah mulai dan baru berakhir pada pukul 13.30. Akan tetapi, jam sekolah itu terasa sangat pendek bagi murid-murid sekolah tersebut sehingga setelah makan siang mereka biasanya kembali lagi ke sekolah. Mereka belajar sambil bermain di sekolahnya sampai malam, bahkan tak jarang mereka menginap di sekolah.

Murid-murid SMP Qaryah Thayyibah memang sangat menikmati sekolahnya. Bersekolah merupakan sesuatu yang menyenangkan. Guru bukanlah penguasa otoriter di kelas, tetapi teman belajar. Mereka bebas berbicara dengan gurunya dalam bahasa Jawa ngoko, strata bahasa yang hanya pantas untuk berbicara informal dengan kawan akrab.

Di kelas mereka juga sangat bebas. Mereka bisa asyik mengerjakan soal-soal matematika dengan bersenda gurau, ada yang mengerjakan soal sambil bersenandung, yang lain bermain monopoli. Suasana bermain itu bahkan di taman kanak-kanak pun kini makin langka karena mereka dipaksa oleh gurunya untuk membaca dan menulis.

SMP Qaryah Thayyibah lahir dari keprihatinan Bahruddin melihat pendidikan di Tanah Air yang makin bobrok dan semakin mahal. Pada pertengahan tahun 2003 anak pertamanya, Hilmy, akan masuk SMP. Hilmy telah mendapatkan tempat di salah satu SMP favorit di Salatiga. Namun, Bahruddin terusik dengan anak-anak petani lainnya yang tidak mampu membayar uang masuk SMP negeri yang saat itu telah mencapai Rp 750.000, uang sekolah rata-rata Rp 35.000 per bulan, belum lagi uang seragam dan uang buku yang jumlahnya mencapai ratusan ribu rupiah.

"Saya mungkin mampu, tetapi bagaimana dengan orang-orang lain?" tuturnya.

Bahruddin yang menjadi ketua rukun wilayah di kampungnya kemudian berinisiatif mengumpulkan warganya menawarkan gagasan, bagaimana jika mereka membuat sekolah sendiri dengan mendirikan SMP alternatif. Dari 30 tetangga yang dikumpulkan, 12 orang berani memasukkan anaknya ke sekolah coba-coba itu. Untuk menunjukkan keseriusannya, Bahruddin juga memasukkan Hilmy ke sekolah yang diangan-angankannya.

"Saya ingin membuat sekolah yang murah, tetapi berkualitas. Saya tidak berpikir saya akan bisa melahirkan anak yang hebat-hebat. Yang penting mereka bisa bersekolah," kata Bahruddin.

Bahruddin mengadopsi kurikulum SMP reguler di sekolahnya. Ia menyatakan tidak sanggup menyusun kurikulum sendiri. Lagi pula sekolah akan diakui sebagai sekolah berkualitas jika bisa memperoleh nilai yang baik dan mendapatkan ijazah yang diakui pemerintah. Karena itulah ia memilih format SMP Terbuka. Akan tetapi, ia mengubah kecenderungan SMP Terbuka sekadar sebagai lembaga untuk membagi-bagi ijazah dengan mengelola pendidikannya secara serius.

Sekolah itu menempati dua ruangan di rumah Bahruddin, yang sebelumnya digunakan untuk Sekretariat Organisasi Tani Qaryah Thayyibah. Jumlah guru yang mengajar sembilan orang, semuanya lulusan institut agama Islam negeri dan sebagian besar di antaranya para aktivis petani.

Guru pelajaran Matematika-nya seorang lulusan SMA yang kini mondok di pesantren. Akses internet gratis 24 jam diperoleh dari seorang pengusaha internet di Salatiga yang tertarik dengan gagasan Bahruddin. Dengan modal seadanya sekolah itu berjalan.

Ternyata pengakuan terhadap keberadaan SMP Alternatif Qaryah Thayyibah tidak perlu waktu lama. Nilai rata- rata ulangan murid SMP Qaryah Thayyibah jauh lebih baik daripada nilai rata-rata sekolah induknya, terutama untuk mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris.

Sekolah itu juga tampil meyakinkan, mengimbangi sekolah-sekolah negeri dalam lomba cerdas cermat penguasaan materi pelajaran di Salatiga. Sekolah itu juga mewakili Salatiga dalam lomba motivasi belajar mandiri di tingkat provinsi, dikirim mewakili Salatiga untuk hadir dalam Konvensi Lingkungan Hidup Pemuda Asia Pasifik di Surabaya. Pada tes kenaikan kelas satu, nilai rata-rata mata pelajaran Bahasa Inggris siswa Qaryah Thayyibah mencapai 8,86.

SMP Alternatif Qaryah Thayyibah juga maju dalam berkesenian. Di bawah bimbingan guru musik, Soedjono, anak-anak sekolah bergabung dalam grup musik Suara Lintang. Kebolehan anak-anak itu dalam menyanyikan lagu mars dan himne sekolah dalam versi bahasa Inggris dan Indonesia bisa didengarkan ketika membuka alamat situs sekolah www.pendidikansalatiga.net
/ qaryah. Grup musik anak-anak desa kecil itu telah mendokumentasikan lagu tradisional anak dalam kaset, MP3, maupun video CD album Tembang Dolanan Tempo Doeloe yang diproduksi sekaligus untuk pencarian dana. Seluruh siswa bisa bermain gitar, yang menjadi keterampilan wajib di sekolah itu.

Sulit dibayangkan anak- anak petani sederhana itu masing-masing memiliki sebuah komputer, gitar, sepasang kamus bahasa Inggris-Indonesia dan Indonesia-Inggris, satu paket pelajaran Bahasa Inggris BBC di rumahnya. Semua itu tidak digratiskan. Anak-anak memiliki semua itu dengan mengelola uang saku bersama-sama sebesar Rp 3.000 yang diterima anak dari orangtuanya setiap hari. Uang sebesar Rp 1.000 dipergunakan untuk mengangsur pembelian komputer. Untuk sarapan pagi, minum susu, madu, dan makanan kecil tiap hari Rp 1.000, sedangkan Rp 1.000 lainnya untuk ditabung di sekolah. Tabungan sekolah itu dikembalikan untuk keperluan murid dalam bentuk gitar, kamus, dan lain-lainnya.

Tidak mengherankan jika anak-anak dan orangtua mereka bangga dengan sekolah itu. Betapa tidak, di sekolah yang berdekatan dengan rumah di sebuah desa kecil mereka mendapatkan banyak hal yang tidak diperoleh di sekolah-sekolah yang dikelola dengan logika dagang.

Ismanto (43) menceritakan, anaknya sempat down saat mendaftar SLTP di Salatiga dua tahun lalu. Uang masuknya Rp 200.000, belum termasuk buku dan seragam. Tidak ada seorang murid pun ke sekolah dengan berjalan kaki selain anaknya, Emi Zubaiti (13). Kini Emi menjadi seorang anak yang pandai dalam berbagai mata pelajaran, pintar bernyanyi, dan percaya diri. Ia tidak pernah membayangkan bisa menyekolahkan Emi, anak pasangan tukang reparasi sofa dan bakul jamu gendong, mendapat sekolah yang baik.

Bahkan Ismanto ikut menikmati komputer yang dikredit dari uang saku anaknya. Dibimbing anaknya, sekarang Ismanto mulai belajar komputer. "Tidak pernah terpikir, saya bisa membelikan komputer. Kini saya malah bisa ikut menikmati," kata Ismanto.

Koor Bersama STIKES SURYA GLOBAL

saya lagi ketiban sampur hehehee, bahasa Indosesianya, kena tugas, yaitu melatih paduan suara STIKES Surya Global Yogyakarta.

hmmmm, kesan yang saya dapat adalah mahasiswa-mahasiswa yang semangat untuk bernyanyi. mereka datang dengan aneka latar belakang. ada yang memang sudah mahir bernyanyi hingga yang batuk aja fals ( heheheeee lebay).

namun itu semua bukan jadi batu sandungan yang berarti. tapi tengoklah, bagaimana loyalitas yang berhasil mereka bangun. diawali dari datang tepat waktu.kalau pun terlambat, tidak lebih dari 10 menit, kecuali ada alasan yang kuat.kemudian tidak perlu lama-lama, semua mulai memegang partitur lagu dan mulai berlatih menyanyikan bagian-bagian masing-masing.begitu saya beri aba-aba, mereka pun serentak berdiri rapi dan mulai pemanasan disambung latihan. kadang 2 jam dari jam 7 malam terasa kurang.kami latihan nyaris tanpa jeda.dan tidak ada waktu yang terbuang untuk bercanda.

setiap kalimat yang keluar dari mulut saya, entah bersifat petunjuk teknis olah vokal (sebatas yang saya tahu), tips-tips hingga sejumput anekdot karangan saya, mereka mendengarkan dengan sungguh-sungguh heheeee..huah, gini toh,rasanya jadi sutradara,jadi penguasa hehehee

hal-hal diatas, membuat saya kontan bergairah juga. dari semula pesimis karena membayangkan mengajari mereka satu demi satu tak lagi menghantui saya. sistem belajar subsidi silang (yang udah bisa,mengajari yang belum bisa) berlangsung efektif murni dengan kesadaran mereka,tanpa perlu saya yang menyuruh.

wooeew, saya kok semakin berlebih ya. tpi memang begitu adanya.okey, segitu dulu aja ceritanye.saya akan berfikir keras untuk membuat pola latihan yang bagus agar mereka bisa merasakan keberhasilan.

PSM STIKES Surya Global Yogyakarta, lets work together.

ps:untuk taman-teman PSJ, setelah kelar acara wisuda, PSM STIKES SG mau melawat ke PSJ. mau studi banding

Cinta Dalam Sehalaman Facebook

dalam tiga hari ini banyak kejutan menghampiri saya. demam facebook yang latah menjangkit di tubuh saya ternyata mambawa berkah. dalam beberapa hari terakhir saya bertemu dengan teman-teman SMP dan SMU. ya, memang tidak banyak, tapi paling tidak, sanggup membantu saya menguak cerita-cerita konyol belasan tahun silam.

adalah salah seorang reman SMP menelepon dari kantor. dan mulailah talk show "Kenangan Masa" dimulai (hehehe). kami saling mengingat betapa konyolnya masa-masa SMP. dari mulai kakunya di awal-awal sekolah, kemudian naksir-naksiran, tukar pinjam kaset (jangan harap MP3 Player, walk man saja bisa dihitung dengan jari berapa yang punya). ada juga cerita betapa ngantuknya kami waktu mengikuti pelajaran selama kelas 1 dikarenakan sekolah kami kekurangan ruangan sehingga jam sekolah dibagi menjadi dua shift. pagi sampai siang untuk kelas 2 dan 3, sedangkan siang sampai sore digunakan untuk kelas 1 dan ekstrakurikuler (terahir saya lihat, bekas SMP saya telah menambah ruangan sehingga mungkin para siswa yang sekarang bisa masuk pagi semua).

pernah juga semasa saya sekolah, ada rehabilitasi gedung sehingga untuk beberapa waktu kami harus pindah tempat sekolah yaitu berbagi ruang dengan SMA Negeri 1. otomatis seluruh tingkatan kelas (1,2,3) masuk siang semua karena pagi dipakai oleh siswa SMA. pada waktu itu sedang musim hujan, sedangkan lokasi SMA tempat kami bersekolah sementara sangat rawan akan banjir. tidak heran kalau saya sering berangkat hanya memakai sandal (saya hanya punya sepasang sepatu waktu itu). sementara sepatu saya bungkus kantung plastik, dan saya letakkan letakkan di keranjang sepeda.

begitu masuk gerbang sekolah, ditempat parkir saya mengganti sandal saya dengan sepatu.yang saya ingat, saya begitu cueknya waktu itu.tidak peduli beberapa pasang mata memandang dengan aneka ekpresi, geli, aneh, kasihan dan sebagainya. saya cuma nyengir saja.prinsip saya waktu itu, saya akan beli sepatu bila sepatu saya yang lama rusak dan tidak bisa dipakai lagi.tak heran, bila saya paling banter hanya habis dua pasang sepatu selama periode sekolah.silahkan mencap saya pelit atau apa. saya tetap cuek seperti dulu hehehee

pembicaraan berlanjut kepada siapa saja teman-teman kami yang menjadi primadona sekolah, guru-guru yang kami idolakan, kami taksir (heuheuheu), guru-gurur yang kami tinggal tidur sewaktu mengajar (maaf pak, bu),guru-guru yang pilih kasih (beruntung teman kami yang wajahnya rupawan pada waktu itu, karena pasti akan selalu dipakai setiap kegiatan sekolah mulai dari kegiatan seni, protokoler, maupun perlombaan-perlombaan).

hiburan pada masa itu hanya bisa didapat dari televisi dengan stasiun TV yang masih dibilang terbatas, bioskop (hanya satu-satunya). majalah remaja juga laris manis kala itu.tak kurang sedikitnya ada empat majalah yang menguasai pasar remaja ABG yaitu Anita Cemerlang, Gadis, Aneka Yess dan majalah Hai. mengenai musik, Dewa 19 mewabah pula di kalangan kami disamping itu ada juga Humania, Vodoo, Slank dan beberapa kelompok musik lainnya.toko kaset menjadi sebuah tempat yang sangat menarik.ada semacam kepuasan tersendiri bilasalah satu dari kami terlebih dahulu menjadi yang pertama memiliki kaset dari kelompok musik yang sedang naik daun(mungkindi zaman sekarang setara dengan punya blackberry,namuh ah, sensanya berbeda sekali).

perbincangan kami terus mengalir saking serunya mengenang masa lalu, namun saya sudah begitu mengantuk. jadi ceritanya sampai disini dulu. nanti saya sambung lagi karena ada cerita yang berbeda dengan teman SMU saya. hoahmmmm.....bobo dulu ya ....Z....zzzzzzz

Untuk Murid-murid Jeniusku...

sepuluh tahun yang lalu, dalam bayangan saya, profesi guru, bagaikan mimpi buruk tak berkesudahan. padahal, dengan caraNya, Tuhan menemptkan saya di akademi yang berpotensi untuk menjadi guru. saya masih bisa ingat tatapan bahagia ibu dan bapak saya, tiap kali mengantar saya sampai naik bis ke Jogja, kota tempat menimba ilmu. tatapan mata yang membuat hati ini tak sampai mengatakan betapa inginnya saya lari dari profesi harapan orang tua.profesi yang juga menjadi profesi beliau.

setahun pertama mengajar, adalah bagai berangkat ke sarang buaya rasanya. malas bukan main. jadwal kamis mengajar, hari senin sebelumnya malasnya minta ampyun. dikantor pun saya menyendiri laksana monster tak punya kawan. hanya ada satu dua guru yang kadang bisa menjadi teman ngobrol.itupun dengan tema obrolan yang teramat basi. belum lagi teguran ini itu dari para senior guru yang konservatif.biasa, masalah baju,penampilan dsb yang katanya tidak mencerminkan sebagai guru (untuk satu hal ini saya tidak mau diatur karena saya sudah merasa berbaju sesuai dengan kaidah baju formal dan saya juga telah bekerja keras memadu padankan agar sesuai dengan bentuk tubuh dan warna kulit saya yang totally hitam seksi hahahaaa).

pelan tapi pasti hati ini mencair.ada segumpal kerinduan tak kala lama tak betemu murid-murid. sapaan mereka yang khas, dan saya balas dengan cengiran khas pula, repotnya mambalas sapaan sepuluh murid (setiap murid menyapa secara bergiliran, jadi saya juga harus berhai-hai sepuluh kali), jabat tangan disertai mencium tangan guru, berbagi kue ketika ultah, berbagi kentang goreng, mendampingi mereka dimasa-masa sulit memainkan recorder,gitar,pianika, membentuk tim EO yang amatir namun hasilnya oke juga,lalu bahagia melihat mereka bersorak girang tak kala bisa memainkan satu aransemen ansambel dengan kapasitas "aman" hehehe, mendengarkan curhat mereka dan masih banyak lagi.tak bisa saya sebutkan satu persatu.

saya membayangkan, akankah itu saya temukan jika saya berprofesi sebagai selebriti (tinggian dikit tidak apa ya heheheee).yang ada gosip dari hari ke hari.bagi saya, menjadi guru pun tak jauh beda dengan selebriti karena toh sekarang saya musti mengkontrol diri agar tidak sembarangan bertingkah laku terlebih di tempat-tempat umum yang potensial akan ketemu murid (mall, pasar, music show dsb).
pendek kata, walaupun saya tidak bersikap jaim di depan murid-murid saya, namun akan tetep bijak jika saya juga merubah diri (apalagi kalo positif) jadi bukan menutup-nutupi.

saat saya menulis tulisan ini,ada romantisme siang-siang yang hendak saya bagi.saya tidak sedang ada jam pelajaran, namun saya berangkat sekolah karena membantu guru seni yang senior mengajar. lalu ketika selesai, saya beranjak pulang. namun langkah saya tertahan di lorong.ada sekelompok siswa yang mana bukan kelas saya sedang berlatih bernyanyi dua suara.mereka tahu saya akan lewat. dan mereka tetap menyapa, namun tidak menyuruh saya untuk berhenti dan menemani mereka berlatih.akan tetapi tatapan mereka seperti berbicara "miss fia,bantu kami..".

perlahan saya berbalik arah, lalu menghampiri mereka. lalu saya bilang "ayo, latihan sama miss fia". Subkhanallah, mereka bersorak kegirangan,lalu teman-temannya yang lain bergabung.lalu kami berlatih.butuh kerja keras untuk mendengarkan mereka bagian per bagian, meluruskan yang fals ( yang sebenarnya tidak bisa dilatih hanya dalam beberapa menit). setelah dirasa cukup, lalu digabungkan dan hasilnya....subkhanallah, tetep saja fals hehehee

tapi tunggu, ada yang tersembunyi.ada percikan semangat yang terlihat di kilat-kilat mata mereka ketika saya bilang "jangan takut salah.kalo kamu takut salah, maka pasti akan salah. tpi fikirkan untuk menyanyikan lagu yang terbaik setidaknya sekali dalam hidupmu".

dengan antusian mereka minta diulangi lagi.kami pun bernyanyi lagi diiringi gitar yang hasilnya tetep saja sumbang heheheeee.namun saya tahu, mereka para murid-murid terbaik itu kelak akan meluruskan sumbangnya dunia.entah kapan, saya tidak tahu, akan tetapi saya yakin itu...

dedicated for all of my students in everyway. im still starting to learn how can be a good teacher for you.more tah yesterday.beg ur pardon and SUCCES

Manusia Berdedikasi

artikel dari mas Herry ini bagus banget.baca deh

oleh: Herry Tjahjono

Ada dua kisah nyata inspiratif yang akan saya adaptasi. Pertama tentang seorang tukang pipa (plumber). Alkisah, bos perusahaan otomotif terbesar di Jerman sedang pusing karena pipa keran airnya bocor, ia takut anaknya yang masih kecil terjatuh. Setelah bertanya ke sana-kemari, ditemukan seorang tukang terbaik. Melalui pembicaraan telepon, sang tukang menjanjikan dua hari lagi untuk memperbaiki pipa keran sang bos. Esoknya, sang tukang justru menelepon sang bos dan mengucapkan terima kasih. Sang bos sedikit bingung. Sang tukang menjelaskan, ia berterima kasih sebab sang bos telah mau memakai jasanya dan bersedia menunggunya sehari lagi. Pada hari yang ditentukan, sang tukang bekerja dan bereslah tugasnya, lalu menerima upah. Dua minggu kemudian, sang tukang kembali menelepon sang bos dan menanyakan apakah keran pipa airnya beres. Namun, ia juga kembali mengucapkan terima kasih atas kesediaan sang bos memakai jasanya. Sebagai catatan, sang tukang tidak tahu bahwa kliennya itu adalah bos perusahaan otomotif terbesar di Jerman. Cerita belum tamat. Sang bos demikian terkesan dengan sang tukang dan akhirnya merekrutnya. Tukang itu bernama Christopher L Jr dan kini menjabat GM Customer Satisfaction & Public Relation Mercedes Benz. Dalam sebuah wawancara, Christopher menjawab, ia melakukan semua itu bukan sekadar tuntutan after sales service atas jasanya sebagai plumber. Jauh lebih penting, ia selalu yakin tugas utamanya bukanlah memperbaiki pipa bocor, tetapi keselamatan dan kenyamanan orang yang memakai jasanya. Christopher melihat lebih jauh dari tugasnya.

Kisah lain. Ada juga kisah dari teman saya, James Gwee, tentang Mr Lim yang sudah tua dan bekerja ”hanya” sebagai door checker (memeriksa engsel pintu kamar hotel) di sebuah hotel berbintang lima di Singapura. Puluhan tahun ia jalankan pekerjaan membosankan itu dengan sungguh- sungguh, tekun, dan sebaik-baiknya. Ketika ditanya apakah ia tak bosan dengan pekerjaan menjemukan itu, Mr Lim mengatakan, yang bertanya adalah orang yang tidak mengerti tugasnya. Bagi Mr Lim, tugas utamanya bukanlah memeriksa engsel pintu, tetapi memastikan keselamatan dan menjaga nyawa para tamu. Dijelaskan, mayoritas tamu hotelnya adalah manajer senior dan top manajemen. Jika terjadi kebakaran dan ada engsel pintu yang macet, nyawa seorang manajer senior taruhannya. Jika ia meninggal, sebagai decision maker, perusahaannya akan menderita. Jika perusahaannya menderita dan misalnya bangkrut, sekian ribu karyawannya akan menderita. Belum lagi keluarganya, termasuk anak istri manajer itu.

Demikian jauh pandangan Mr Lim, dan ia bukan sekadar door checker. Beberapa pelajaran Christopher L Jr dan Mr Lim relatif manusia sejenis. Keduanya bukan kelas manusia sedang atau biasa (good people). Mereka jenis ”manusia besar atau manusia berlebih” (great people) meski jabatan atau pekerjaan formal di suatu saat demikian ”rendah dan biasa saja”. Sikap mental mereka jauh lebih tinggi dari jabatan dan pekerjaan formalnya.

Dua kisah itu memberikan beberapa pelajaran berharga. Pertama, untuk menjadi manusia besar tidak semata-mata ditentukan oleh kemampuan teknis seseorang mengerjakan tugasnya. Kemampuan dan kompetensi teknis (hard competence) boleh sama atau biasa saja, tetapi sikap mental atau soft competence yang lebih akan menentukan seseorang menjadi manusia besar atau tidak. Kedua, untuk bisa mempunyai soft competence dimaksud, kita perlu berontak dan bangun dari tidur panjang selama ini, keluar dari zona nyaman good. Sebagai manusia minimalis, pekerja atau pemimpin apa adanya (yang penting job description dijalankan), target kerja atau key performance indicator (KPI) tercapai, beres! Itulah tipikal manusia biasa saja. Upaya ini memerlukan pengorbanan diri sebab hanya dengan menjadi good people seperti selama ini saja, toh tak ada yang mengusik kita, tetap bisa bekerja dengan nyaman, dan seterusnya. Maka, pemberontakan untuk bebas dari kondisi good people itu harus dari diri sendiri dulu. Ingat petuah Jim Collins, good is the enemy of great. Ketiga, langkah lebih konkret selanjutnya adalah sikap mental untuk ”melihat lebih”! Christopher L Jr plumber yang ingin memastikan kliennya nyaman dan selamat. Mr Lim door checker yang ingin menjamin tamu hotelnya terjaga nyawanya dari bahaya kebakaran. Melihat lebih jauh, beyond the job! Keempat, setelah mampu melihat lebih, barulah kita mampu ”memberi lebih” (giving more). Hanya dengan melihat lebih dan memberi lebih, kita mampu menjadi manusia besar yang tidak hanya bekerja sebatas KPI. Kita akan mampu bekerja dengan memberikan key values indicator (KVI), nilai-nilai lebih, mulia, unggul, berguna bagi setiap pengguna atau penikmat hasil kerja kita. Itulah Christopher L Jr dan Mr Lim. Rindu pemimpin besar Betapa bangsa ini rindu seorang pemimpin hasil pemilu yang layak disebut pemimpin besar, great leader. Mereka yang kini sedang giat berkompetisi dan perang iklan dengan saling sorot KPI masing-masing. Perhatikan dengan saksama, maka segenap janji kampanye, termasuk realisasinya, konteksnya masih sebatas pemenuhan KPI. Ini berlaku baik bagi yang masih berkuasa maupun mantan dan juga calon yang baru. Semua bicara tentang KPI kepemimpinan, belum menyentuh KVI kepemimpinan. Para pemimpin dan bahkan kita semua demikian bangga dan terpesona sendiri saat mampu memenuhi ”KPI kehidupan” kita masing-masing, yang biasanya memang bersifat kuantitatif, materiil, dan mudah diukur. Padahal, untuk menjadi great people, great leader, great father, great manager, dan seterusnya, lebih diperlukan kemampuan mempersembahkan ”KVI kehidupan” kita, yang biasanya justru tidak mudah diukur. Bangsa ini sangat memerlukan Christoper L Jr dan Mr Lim sebanyak mungkin dan sesegera mungkin. Sebagai catatan akhir, seorang office boy yang mampu mempersembahkan KVI nilainya tak kalah dengan seorang CEO yang hanya memberikan KPI-nya. Jika kita ”mau” melihat lebih jauh, kita akan ”mampu” melangkah lebih jauh.

Herry Tjahjono

Bahasaku Sayang Bahasaku Malang

sungguh sebenarnya saya tidak ingin mengeluh. dunia sudah begitu tua untuk dikeluhi.tapi apa dikata, justru karena tua,maka semakin banyak keluhan.

kenapa saya ingin berdiskusi tentang bahasa.sebagai guru SMP, empat tahun ini saya dipusingkan dengan bahasa-bahasa murid-murid saya.atas nama bahasa gaul, tutur dan gaya berbahasa menjadi jauh dari pakem.

sebenarnya, keluhan saya ini adalah bukan hal yang baru.bisa dibilang topik yang sudah sangat basi.kalaupun kali ini menjadi topik curhat, karena memang perasaan ini sudah begitu jenuh dengan carut marut bahasa.

bukannya bermaksud berlebihan,suka atau tidak, sengaja atau tidak, saya sering bersilang maksud jika berkirim pesan singkat lewat telepon selular.bahasa yang aneh-aneh membuat saya sering kurang mengerti.

katakanlah saya bodoh, kurang gaul atau apalah.tapi begitulah realitanya.bila dipfikir-fikir, parmasalahan ini cukup menimbulkan kerugian.coba bayangkan,bila kita kurang jelas dengan maksud si pengirim pesan singkat, maka kita akan kirim pesan singkat lagi, meminta untuk diperjelas.otomatis itu menambah biaya pulsa.jangan dilihat nominal biayanya.tpi bayangkan jika ada 100.000 pesan konfirmasi, nominalnya sudah melebihi jumah bantuan langsung tunai dari pemerintah ( dengan rata-rata tarif pesan singkat seharga 150/pesan).bila kita sedang dalam situasi yang repot,dan tergesa-gesa, akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memahami baris demi baris kalimat.hal ini akan berlaku bagi orang yang begitu menghargai menit-demi menit dalam hidupnya.

kerugian lain, semakin sering kita mengulang pesan yang kita kurang jelas, otomatis menambah kinerja telepon seluler yang berdampak semakin mempercepat kemampuan baterai berkurang.baterai habis, lalu akan memboroskan listrik karena akan lebih sering mengisi ulang.secara tidak langsung akan memboroskan bahan bakar dan akan berkoneksi dengan isu pemanasan global.

baiklah,katakanlah saya ikut-ikutan ilmuwan yang parno dengan pemanasan global.atau saya mungkin kurang kerjaan.atau saya ingin terlihat betapa cerdasnya saya (hehehehe).yang jelas, tulisan ini adalah curahan hati, betapa memprihatinkan bahasa kita saat ini.pembelajaran bahasa indonesia di sekolah pun belum banyak menolong.barangkali kalau boleh beropini, saat ini yang perlu ditanamkan sejak bayi dalam kandungan adalah Nasionalisme.bukan musik klasik untuk mencerdaskan otak, bukan susu formula untuk ibu hamil dan sebaginya.

PESAN BUNG KARNO
maka oleh karena itu aku pesan kepadamu, bagaimanapun juga cintailah negara ini dan junjunglah tinggi nama negara ini. sebab negara ini bukan hasil daripada perjuangan 1 atau 2 hari, bukan hasil perjuangan yang enteng,tidak, tetapi dengan pengorbanan, perngorbanan, sekali lagi pengorbanan.

Dibalik Semangkuk Tahu Genjrot...

waktu itu sedang jeda mengajar di kurnia musik.saat menghirup udara segar di depan tempat kursus, lewatlah seorang bapak-bapak dengan pikulannya. usut punya usut, bapak itu ternyata penjual tahu genjrot.perut lapar, udara dingin karena hujan ditambah jeda waktu yang cukup panjang membuat insting kuliner saya langsung "mbrojol" keluar.

sigap saya panggil sang bapak dengan lengkingan suara sopran saya yang cukup merdu dan disambut dengan langkah gemulai si bapak yang kesenengan karena mendapat pembeli.setelah berhenti dan mengambil tempat yang nyaman,dengan sigap, dikeluarkannya sebuah mangkuk tanah, bisa juga disebut sejenis cobek kecil.kemudian lima butir cabe (saya pesan ekstra pedas), bawang merah dan sedikit terasi diuleg diatas cobek.setelah cukup hancur, tiga potong tahu goreng dipenyet-penyet diatas bumbu lalu disiram kuah gula. air liur saya sudah meleleh hehehe

setelah jadi kemudian diangsurkanlah makanan yang mulai langka itu ke tangan saya yang langsung saya terima dengan sigap pula. dengan mencoba duduk seanggun mungkin di teras saya mulai menikmati potong demi potong tahu yang mulai terasa aduhai pedasnya sejak suapan ketiga.

sekejab kemudian, wajah saya sudah berleleran dengan keringat dan mulut mendesiskan simphoni kepedasan.namun nikmat luar biasa. andai tak mengenal kata malu, saya pasti sudah menambah barang satu atau dua porsi lagi.ternyata malu saya masih mengalahkan ego lidah saya.

setelah menukar secobek tahu genjrot dengan beberapa lembar ribuan,saya melangkah masuk kembali ke ruangan kursus dengan gelora baru.dunia yang tadi begitu dingin dan sepi berubah menjadi ramai, hangat dan penuh semangat.entah karena pengaruh lima butir cabai atau apa.saya tidak tahu.yang jelas, secobek tahu genjrot tadi menjadi akord 9 ditangah progresi akord V dan akord I.

sementara diluar sana, si bapak tahu genjrot telah melenggang menapaki meter demi meter jalan tanpa saya tahu apakah besok dia akan lewat atau tidak di depan tempat saya mengajar.saya sendiri taadi lupa minta nomor handphone si bapak, atau sekedar janjian agar besok dia lewat lagi....

entahlah.....

Stagnan..Statis..

sekali waktu, hidup terasa begitu membosankan.rutinitas yang itu-itu saja membikin otak seperti kincir air yang berputar namun tak pernah berkembang.saat seperti itu semua terasa kelabu.bahkan matahari yang garang pun terasa dingin. cahaya yang menyilaukan mata terasa begitu gelap. semua seolah berhamburan tanpa kendali namun terkepung dalam ruang sempit.jalan seolah buntu.pintu dan jendela seolah terkunci memerangkap batin dalam kesunyian.
barangkali itu yang dirasakan orang-orang yang akhirnya memutuskan untuk mengakhiri kontrak pinjam nyawa dengan Tuhan.
demi sepiring nasi rawon, saya tak mau menyerah dibelenggu sesuatu yg bernama stagnan

Dibalik Balik Kebalik

pagi ini saya berandai-andai. andai istilah hak dan kewajiban dibalik esensinya..bingung..contoh
begini..
hak untuk berhenti waktu lampu merah=kewajiban berjalan waktu lampu hijau
hak untuk sekolah = kewajiban untuk menjadi intelektual yang baik
hak melayani masyarakat = kewajiban merasa cukup dengan gajinya tanpa perlu korupsi
hak untuk mecinta dan dicinta = kewajiban untuk tidak menyakiti (selingkuh dsb hehehe)
hak untuk membayar pajak = kewajiban menikmati fasum2 dengan nyaman
hak hidup sehat = kewajiban makan makanan yang sehat
hak tidak merokok = kewajiban mempunyai badan yang sehat (pula)
hak untuk menjaga ayam tetangga = kewajiban untuk tidak mengambil, memotong da memakannya
hak punya SIM setelah usia 17 tahun = kewajiban untuk naik sepeda/becak/deman/angkot/taksi dsb sblm usia segitu

das sebagainya dan sebagainya....
seandainya hak dan kewajiban dibalik makna esensinya.

pembaca yang budiman, kira2 apa jadinya dunia ya ......

Panggung Dunia

Tuhan menciptakan manusia sebagai aktor dan aktris dalam panggung sandiwaraNya. Ada tokoh antagonis, protagonis, pemeran pembantu dan figuran-figuran yang hanya sekedar hidup lalu mati tanpa membuat satu hal yang berarti dalam hidupnya

Guru SMP saya pernah mengajarkan kpd saya,bahw mimpi itu penting.Dengan halus, beliau bilang agar saya membangun impian sejak saya sadar bahwa saya tidak punya mimpi.Sulit bagi saya buat menerima itu karena otak SMP saya yang teramat lugu.

Kelak, begitu saya dewasa, saya mengerti pentingnya punya mimpi. Toh, meski akhirnya ada beberapa impian yang kandas, setidaknya selama saya masih hidup berarti Tuhan masih memberikan malam yang terbaik untuk saya tertidur lalu bermimpi.

Jika saya punya mimpi, maka mimpi itu akan menjadi tujuan saya hidup. Karena saya tidak ingin mati sebagai figuran saja….